Raja Edward VIII, memerintah Inggris pada Januari 1936, tercatat pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita yang telah menikah, namanya Nyonya Wallis Warfield Simpsom. Karena percintaan itu, Raja Edward VIII memutuskan untuk turun tahta dan meninggalkan Inggris. Ia mengatakan :” saya kira, mustahil bagi saya menjalankan tugas tugas sebagai raja, tanpa bantuan dan dukungan wanita yang saya cintai.”
Mungkin kita akan mengatakan bahwa Sang Raja sangat konyol, tidak bertanggung jawab dan menggabaikan hak hak rakyat hanya untuk cintanya kepada seorang wanita. Sebagaimana lukisan saja Al Hikam bin Hisyam Bin Abdurrahman Ad-Dakhil ketika menjadi Raja Andalus. karena cintanya dia menjadi hamba padahal sebelumnya dia adalah raja kegarangan istana tiada lagi menyertai dia dipuncak gunung menyendiri sendiri pipi tertempel ditanah berdebu seakan bantal bantal sutra untuk bertumpu begitulah kehinaan menimpa orang merdeka jika cinta melanda dia laksana hamba sahaya begitulah sejarah telah mencatat bahwa cinta memiliki energi yang luar biasa. Ia juga memiliki daya pengaruh yang susah untuk dibendung. Banyak orang orang besar tergelincir karenanya. Akan tetapi, haruskah demikian keadaannya ? tidak. Sebab, ada sebagian yang lain, yang mampu menjadikan energi cinta menjadi daya dorong luar biasa untuk kebaikan. Hubungan antara suami istri yang terjalin sangat romantis, tidak dengan serta merta menjadi penyebab untuk melupakan tanggung jawab yang diamanahkan. SIKAP ROMANTIS tentu TIDAK identik dengan PENGKERDILAN JIWA, ketika seorang suami harus MENANGGALKAN beban beban amanahnya hanya untuk MEMPERTURUTKAN KEMANJAAN SEORANG ISTRI. Disinilah kemampuan untuk menimbang menjadi penting dimiliki. Oleh karena itu, ketika Abdullah bin Abu Bakr Ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu terlalu melankolis dalam mencintai istrinya, Atikah Binti Zaid, Abu Bakar menyuruh anaknya itu untuk menceraikan istrinya dengan sekali talak. Alasan sang ayah dapat diterima, Abdullah dianggap keterlaluan. Ia sering meninggalkan shalat berjamaah hanya karena enggan berpisah dari Atikah barang sesaat. Begitu laranya perpisahan itu sehingga Abdullah merangkum gejolak jiwanya dalam bait bait sajak. aku tak melihat sepertiku yang tega menceraikannya tidak pula dirinya yang rela dicerai tanpa dosa dia mempunyai akhlak yang baik dan kelembutan akhlak yang lurus didunia dan dihari kemudian Inilah pekerjaan yang terbilang rumit. Menimbang dan menyeimbangkan kebutuhan jiwanya dengan tuntutan amanah yang harus diselesaikan. Seorang suami tentu akan merindukan suasana ketika ia menyerap energi kelembutan yang dipancarkan sang istri. Ia mungkin membutuhkan kasih sayang, cerita dan cengkrama bersama kekasihnya. Namun, pada saat yang bersamaan ternyata ada panggilan lain yang mengharuskan kalian meninggalkan untuk sementara kekasih kalian. KUNCI PERSENYAWAAN itu adalah KOMUNIKASI yang terjalin baik. Masing masing harus menyadari seberapa besar dorongan itu harus dipenuhi. Ujian untuk semua itu terjadi pada peristiwa bertemunya panggilan tugas dengan kebutuhan kalian untuk bersama kekasih. Saat itulah sering terjadi tarik menarik yang dahsyat. Apakah segera beranjak pergi untuk memenuhi tugas atau tetap bertengger DALAM KEMANJAAN SEORANG ISTRI. Itulah sebabnya Rasulullah tertegun begitu melihat tubuh Hanzhalah yang terbujur di Uhud. Bekas air terlihat disekitarnya.”Saudara kalian dimandikan para malaikat. Cobalah tanyakan kepada keluarganya kenapa bisa demikian ?” Beberapa sahabat bertanya kepada istrinya , jamilah binti ubai bin salul. Ternyata mereka adalah pengantin baru. Malam ketika terjadi panggilan perang adalah malam pertama bagi hanzhalah dan jamilah.” Ia keluar dari kamar ketika mendengar panggilan jihad, padahal ia masih dalam keadaan junub.” Kata istrinya. “itulah yang menyebabkan para malaikat memandikan jenazahnya.” Komentar Rasulullah. Pilihan untuk segera memenuhi panggilan tugas akan terasa ringan ketika istri memberikan dorongan untuk berangkat. Akan tetapi, ia akan menjadi ujian berat ketika istri merengek menghalangi keberangkatan. Atau diri kalian sendiri yang merasa BERAT MENINGGALKAN ISTRI. Kisah orang orang besar selalu memberikan potongan pelajaran bagi kita. Bahwa mereka sanggup melepaskan diri dari godaan godaan ini. Mereka mampu menumpahkan gejolak kerinduan dan syahwat mereka secara ekspresif, tetapi tetap saja mereka menjadi LELAKI PEJUANG bukan LELAKI PECUNDANG. Biasanya mereka menumpahkan kerinduan setelah tugas tertunaikan. Atau mereka mencari waktu dan kesempatan selama tugas untuk berhubungan dengan sang kekasih.mungkin mereka saling berjauhan, tapi kerinduan telah mendekatkan jiwa mereka. Mereka mampu mengelola kerinduan dengan baik, kerinduan yang berkecamuk dalam tugas tugas besar mereka. Disinilah kita belajar memahami kata kata Abdullah bin Thahir, Gubernur Khurasan . ia pernah berkata kepada anak-anaknya :” Bercintalah agar kalian merasakan keindahan dan jagalah kehormatan agar kalian terpandang.”
Mungkin kita akan mengatakan bahwa Sang Raja sangat konyol, tidak bertanggung jawab dan menggabaikan hak hak rakyat hanya untuk cintanya kepada seorang wanita. Sebagaimana lukisan saja Al Hikam bin Hisyam Bin Abdurrahman Ad-Dakhil ketika menjadi Raja Andalus. karena cintanya dia menjadi hamba padahal sebelumnya dia adalah raja kegarangan istana tiada lagi menyertai dia dipuncak gunung menyendiri sendiri pipi tertempel ditanah berdebu seakan bantal bantal sutra untuk bertumpu begitulah kehinaan menimpa orang merdeka jika cinta melanda dia laksana hamba sahaya begitulah sejarah telah mencatat bahwa cinta memiliki energi yang luar biasa. Ia juga memiliki daya pengaruh yang susah untuk dibendung. Banyak orang orang besar tergelincir karenanya. Akan tetapi, haruskah demikian keadaannya ? tidak. Sebab, ada sebagian yang lain, yang mampu menjadikan energi cinta menjadi daya dorong luar biasa untuk kebaikan. Hubungan antara suami istri yang terjalin sangat romantis, tidak dengan serta merta menjadi penyebab untuk melupakan tanggung jawab yang diamanahkan. SIKAP ROMANTIS tentu TIDAK identik dengan PENGKERDILAN JIWA, ketika seorang suami harus MENANGGALKAN beban beban amanahnya hanya untuk MEMPERTURUTKAN KEMANJAAN SEORANG ISTRI. Disinilah kemampuan untuk menimbang menjadi penting dimiliki. Oleh karena itu, ketika Abdullah bin Abu Bakr Ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu terlalu melankolis dalam mencintai istrinya, Atikah Binti Zaid, Abu Bakar menyuruh anaknya itu untuk menceraikan istrinya dengan sekali talak. Alasan sang ayah dapat diterima, Abdullah dianggap keterlaluan. Ia sering meninggalkan shalat berjamaah hanya karena enggan berpisah dari Atikah barang sesaat. Begitu laranya perpisahan itu sehingga Abdullah merangkum gejolak jiwanya dalam bait bait sajak. aku tak melihat sepertiku yang tega menceraikannya tidak pula dirinya yang rela dicerai tanpa dosa dia mempunyai akhlak yang baik dan kelembutan akhlak yang lurus didunia dan dihari kemudian Inilah pekerjaan yang terbilang rumit. Menimbang dan menyeimbangkan kebutuhan jiwanya dengan tuntutan amanah yang harus diselesaikan. Seorang suami tentu akan merindukan suasana ketika ia menyerap energi kelembutan yang dipancarkan sang istri. Ia mungkin membutuhkan kasih sayang, cerita dan cengkrama bersama kekasihnya. Namun, pada saat yang bersamaan ternyata ada panggilan lain yang mengharuskan kalian meninggalkan untuk sementara kekasih kalian. KUNCI PERSENYAWAAN itu adalah KOMUNIKASI yang terjalin baik. Masing masing harus menyadari seberapa besar dorongan itu harus dipenuhi. Ujian untuk semua itu terjadi pada peristiwa bertemunya panggilan tugas dengan kebutuhan kalian untuk bersama kekasih. Saat itulah sering terjadi tarik menarik yang dahsyat. Apakah segera beranjak pergi untuk memenuhi tugas atau tetap bertengger DALAM KEMANJAAN SEORANG ISTRI. Itulah sebabnya Rasulullah tertegun begitu melihat tubuh Hanzhalah yang terbujur di Uhud. Bekas air terlihat disekitarnya.”Saudara kalian dimandikan para malaikat. Cobalah tanyakan kepada keluarganya kenapa bisa demikian ?” Beberapa sahabat bertanya kepada istrinya , jamilah binti ubai bin salul. Ternyata mereka adalah pengantin baru. Malam ketika terjadi panggilan perang adalah malam pertama bagi hanzhalah dan jamilah.” Ia keluar dari kamar ketika mendengar panggilan jihad, padahal ia masih dalam keadaan junub.” Kata istrinya. “itulah yang menyebabkan para malaikat memandikan jenazahnya.” Komentar Rasulullah. Pilihan untuk segera memenuhi panggilan tugas akan terasa ringan ketika istri memberikan dorongan untuk berangkat. Akan tetapi, ia akan menjadi ujian berat ketika istri merengek menghalangi keberangkatan. Atau diri kalian sendiri yang merasa BERAT MENINGGALKAN ISTRI. Kisah orang orang besar selalu memberikan potongan pelajaran bagi kita. Bahwa mereka sanggup melepaskan diri dari godaan godaan ini. Mereka mampu menumpahkan gejolak kerinduan dan syahwat mereka secara ekspresif, tetapi tetap saja mereka menjadi LELAKI PEJUANG bukan LELAKI PECUNDANG. Biasanya mereka menumpahkan kerinduan setelah tugas tertunaikan. Atau mereka mencari waktu dan kesempatan selama tugas untuk berhubungan dengan sang kekasih.mungkin mereka saling berjauhan, tapi kerinduan telah mendekatkan jiwa mereka. Mereka mampu mengelola kerinduan dengan baik, kerinduan yang berkecamuk dalam tugas tugas besar mereka. Disinilah kita belajar memahami kata kata Abdullah bin Thahir, Gubernur Khurasan . ia pernah berkata kepada anak-anaknya :” Bercintalah agar kalian merasakan keindahan dan jagalah kehormatan agar kalian terpandang.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar