Bagi saya, kuliner Medan mewakili ciri-ciri kuliner Aceh, Minang, Tapanuli, Tionghoa, India, dan Melayu Deli. Saling mempengaruhi dari keenam gagrak kuliner besar ini menghasilkan sajian yang sungguh istimewa. Karenanya, menurut saya, Medan adalah salah satu dari 10 Kota Besar Indonesia yang patut dinobatkan menjadi Kota Tujuan Wisata Kuliner. Ke mana saja Anda pergi, Anda akan menemukan makanan khas yang meninggalkan kesan mendalam.
Soto Medan
Salah satu hidangan populer di Medan adalah soto. Di seluruh Nusantara, kita dapat menemukan puluhan jenis soto - semuanya enak, dan semuanya khas. Masing-masing mempunyai "tarikan" atau "tendangan" yang tidak dimiliki yang lain.
Soto medan sebenarnya sangat mirip dengan soto padang. Kuahnya bening gurih dengan rasa rempah yang intens. Isiannya adalah daging dan jerohan sapi yang digoreng. Bedanya, soto medan tidak disajikan dengan kerupuk merah di atasnya. Sambalnya pun berbeda. Kemiripan ini ternyata sangat beralasan. Soalnya, penjual pertama soto di Medan memang orang Padang yang merantau ke sini.
Sampai sekarang, Warung Soto Sinar Pagi di Jalan Sei Deli 2D (061-4530728) ini masih tetap populer dan menjadi rujukan utama. Taufik Kiemas, Ketua MPR pun tidak pernah melewatkan warung soto sederhana di pojokan jalan kecil yang bermuara di Jalan Gatot Subroto ini. Selain sotonya, saya tidak pernah melewatkan rempeyek udangnya yang sungguh mak nyuss.
Banyak lagi penjual soto medan di kota ini, dan masing-masing memiliki penggemarnya. Salah satu yang tidak boleh dilewatkan adalah Warung Soto Kesawan di Jalan Ahmad Yani (061-4514518). Penjualnya adalah seorang pujakesuma (putra Jawa kelahiran Sumatera). Sebetulnya, Pak Yatiman ini hanya mengoperasikan lapak yang mangkal di depan sebuah kopitiam (warung kopi). Sotonya gurih dan lezat. Uniknya, isinya tidak hanya dari daging sapi, tetapi juga ada pilihan daging ayam goreng dan udang goreng. Yang terakhir ini sungguh tidak boleh dilewatkan. Mati-mati mesti coba! Soto udang yang sangat mak nyuss! Udangnya besar dan segar. Porsinya murah hati, sekalipun Anda harus menebusnya dengan harga yang cukup mahal.
Selain doyan soto, orang Medan juga sangat gemar sop kambing. Jangan masuk ke warung sop kambing bila Anda bernyali kecil. Soalnya, di atas meja "tergeletak" beberapa kepala kambing utuh yang siap untuk "dibantai" untuk sop pesanan Anda. Tergantung besar-kecilnya kepala kambing, satu kepala utuh dihargai sekitar Rp 25-35 ribu. Salah satu warung yang paling populer untuk sop kepala kambing ini adalah milik seorang keturunan Arab di Jalan Tapanuli. Nama warungnya Al Hamra. Selain Al Hamra, kini semakin banyak warung sop kepala kambing seperti ini di antero Medan.
Sajian full cholesterol lainnya adalah sop sumsum dari Langsa yang populer di kota ini. Porsinya "mengerikan" Satu tungkai sapi (atau kerbau) disajikan di piring. Alat makannya adalah: sendok, garpu, pisau, dan sedotan besar. Sendok untuk menyantap kuah beningnya yang berlemak. Pisau dan garpu untuk mengiris lemak dan urat yang membungkus tulang. Sedangkan sedotan besar untuk menyeruput sumsumnya. Sumsum sapi berwarna putih kekuningan dan lebih encer. Sedangkan sumsum kerbau berwarna coklat kehitaman, lebih padat dan agak sulit disedot. Harus ditusuk-tusuk dulu dan dicampur sedikit kuah sop. Baru kemudian ... sluuuuurp.
Satai yang populer di Medan adalah Sate Padang dan Sate Matang. Sate Matang? Tentu saja! Tidak ada satai yang mentah, bukan? Bukan itu. Yang dimaksud adalah satai sapi khas dari Desa Matang Geulempang di Aceh. Satai sapi ini mirip satai maranggi di Cianjur dan Purwakarta. Potongan daging sapinya direndam beberapa jam dalam kuah manis sebelum ditusuki dan dibakar.
Satai padang di Medan juga sedikit beda dari yang di Sumatera Barat sana. Bila di Ranah Minang, satainya hanya terbuat dari daging, lidah, jantung, paru, dan usus sapi, di Medan juga tersedia satai kerang. Disajikan dengan kuah yang sama, berwarna jingga, seperti kuah satai khas Pariaman.
Merdeka Walk
Jl. Ahmad Yani lebih dikenal dengan nama Jalan Kesawan di Medan di masa lalu mungkin setara dengan Jalan Braga di Bandung. Inilah ruas jalan yang di masa lalu merupakan tempat melancong bagi para elit Medan. Rumah Tjong A Fie, orang terkaya di masa lalu, masih berdiri anggun di jalan ini.
Sisa-sisa kejayaan kuliner masa lalu pun masih hadir di sini, yaitu Toko Es Krim Tip Top. Pak Arifin Siregar, mantan Gubernur Bank Indonesia dan Duta Besar Republik Indonesia di Amerika Serikat, masih selalu singgah ke tempat ini bila berkunjung ke Medan. Penampilannya masih djadoel, dengan foto-foto masa lalu terpajang di dinding, dan sajiannya pun seperti masa van voor de oorlog (sebelum perang). Nama-nama es krim misalnya adalah: Plombierre, Peche Melba, Tutti Frutti, dan lain-lain.
Ruas jalan ini selama beberapa tahun pernah ditutup di malam hari, dan disulap menjadi tempat makan seronok dengan nama Kesawan Square. Sayangnya, karena walikota penggagas tempat ini dipenjara karena korupsi, Kesawan Square pun pudar.
Tetapi, tidak jauh dari sini ada satu tempat yang sekarang lebih ramai menjadi tempat orang-orang Medan "makan angin" Namanya: Merdeka Walk. Tempatnya lebih modern, berlokasi di salah satu sisi Lapangan Merdeka. Ada beberapa pohon besar yang menjadi ciri khas kota indah ini, dan di bawahnya dibuat semacam promenade untuk warga masyarakat berjalan-jalan. Beberapa tempat makan dan minum "ditebar" di sana, dengan pilihan yang luas. Para tamu makan secara al fresco di kursi-kursi yang ditata di bawah langit. A place to see and to be seen.
Tempat lain yang merupakan pusat jajanan khususnya di waktu malam ialah di daerah Chinatown, sekitar Jalan Selat Panjang. Di daerah ini banyak warung-warung makan murah-meriah , halal maupun non-halal. Di sudut Jalan Bogor dan Semarang, misalnya, ada satu kedai penjual mi yang sangat terkenal dengan nama Tiong Sim. Di depannya ada penjual durian yang juga punya banyak pelanggan.
Kesukaan saya di daerah ini adalah penjual-penjual kue basah tradisional. Mutunya bagus, harganya jujur. Selain mi kuah dan kwetiau goreng, makanan-makanan yang banyak dijajakan di Pecinan ini adalah bubur ayam dan ayam kukus (pek cam ke), hemi (mi rebus kuah kental), dan taukwa he ci (mi, tahu kuning, kepiting goreng, dan rempeyek udang, disiram kuah asam manis). Taukwa he ci juga dikenal dengan nama lapchoi. Di sini juga masih dapat ditemukan beberapa kopitiam (warung kopi) khas peranakan abad lalu.
Kota Oleh-oleh
Bila Anda check in di Bandara Polonia untuk kembali ke kota asal, Anda akan melihat sangat banyak kardus-kardus berisi bika ambon, bolu gulung, dan berbagai oleh-oleh lainnya. Di masa lalu, Medan hanya mempunyai satu jenis oleh-oleh, yaitu sirup markisa. Tetapi, sekarang, Medan adalah kota nomor satu di Indonesia dalam hal oleh-oleh. Setiap hari, oleh-oleh senilai puluhan juta rupiah mengalir keluar Medan.
Ada beberapa gerai yang menjual bika ambon di Medan. Beberapa merek terkenal antara lain adalah Zulaikha (Jl. Majapahit 96EDF, 061-4552881), Ati, Acai, dan lain-lain. Masing-masing punya penggemar sendiri. Aneh juga, ya? Ambon punya nama, tetapi rezekinya diraup oleh pengusaha Medan.
Dalam hal bolu gulung, Meranti masih berada di tempat teratas, meninggalkan yang lain jauh di belakang. Meranti tidak buka cabang. Karena itu, tiap hari, pelanggan memadati tokonya yang relatif kecil di Jl. Kruing (061-4538217). Konon, perintis bolu gulung di Medan adalah C&F di Jl. Mangkubumi 14D (061-4515157). Sampai sekarang pun masih banyak pelanggan setia yang tetap berbelanja di C&F. Tetapi, cara memasarkan Meranti memang lebih hebat, sehingga berhasil merebut pangsa pasar yang berlipat ganda.
Bolu gulung yang lembut ini tersedia dalam berbagai citarasa: keju, strawberry, blueberry, nougat, dan banyak lagi. Hampir tiap enam bulan selalu muncul flavor baru. Ini pula yang agaknya membuat orang penasaran membeli beberapa flavors sekaligus.
Selain bika ambon dan bolu gulung, saya punya "simpanan" khusus di Medan, yaitu lemper pulut hitam. Ini adalah lemper yang dibuat dari pulut (ketan) hitam, dan isinya ragout ayam yang sangat gurih. Lemper ini dapat dibeli dalam keadaan beku, lalu dipanaskan di atas wajan dengan sedikit minyak. Hmm, luar biasa!
Lemper pulut hitam ini dijual oleh Risoles Agogo Umkhihoo Jl. Majapahit 53 (061-4525398) yang sebetulnya memang lebih populer untuk risoles-nya. Khusus untuk oleh-oleh, mereka juga membekukan risoles-nya agar dapat tahan lama sampai ke tempat tujuan. Risoles-nya juga boleh diacungi jempol. Cocok untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.
Ada lagi satu jenis oleh-oleh khas Medan, yaitu Pancake Durian dari Restoran Taipan Jl. Putri Hijau 1A (061-4511323). Jajanan yang satu ini memang mahal, tetapi isinya adalah duren murni, tanpa campuran maizena. Sekalipun Medan terkenal dengan duren (Sibolangit, Tebingtinggi, dan lain-lain), tetapi Taipan memakai duren montong untuk pancake-nya. Untuk membawanya ke Jakarta, diperlukan dry ice dalam kemasannya agar tetap segar ketika tiba di tempat tujuan.
Medan memang bukan hanya surga makan-makan, tetapi juga kota dengan pilihan oleh-oleh yang sungguh beragam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar