BIOGRAFI
Umar bin Abdul Aziz (bahasa Arab: عمر بن عبد العزيز, bergelar Umar II. Beliau adalah Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa dari tahun 717 M (umur 34–35 tahun) sampai 720 (selama 2–3 tahun). Tidak seperti Khalifah Bani Umayyah sebelumnya, ia bukan merupakan keturunan dari Khalifah sebelumnya, tetapi ditunjuk langsung, di mana ia merupakan sepupu dari khalifah sebelumnya, Sulaiman.
Meski bukan berasal dari keturunan Umayyah, darah kepemimpinan memang mengalir dalam tubuh Umar bin Abdul Aziz. Ia ternyata masih keturunan dari Khalifah Umar bin Khaththab. Umar bin Abdul Aziz terlahir pada tahun 63 H/ 682 M di Halwan sebuah perkampungan di Mesir. Namun ada pula beberapa tradisi yang menyebutkan, beliau lahir di Madinah.
Umar bin Abdul Aziz yang bergelar Abu Hafs dianggap sebagai Khalifaur Rasyidin kelima setelah Sayyidina Ali ra
KELUARGA
Ayahnya adalah Abdul Aziz bin Marwan, Gubernur Mesir dan adik dari Khalifah Abdul Malik. Sedangkan ibunya bernama Ummu Asim binti Asim. Dari Ummu Asim inilah, darah Umar bin Khaththab mengalir di tubuh Umar bin Abdul Aziz. Jadi Umar bin Abdul Aziz adalah cicit dari Khulafaur Rasyidin kedua, yakni Sayyidina Umar bin Khaththab ra.
KISAH UMAR BIN KHATHTHAB BERKAITAN DENGAN UMAR BIN ABDUL AZIZ (ISYARAT KEROHANIAN MENGENAI KEPEMIMPINANNYA
Sosok pemimpin Umar bin Abdul Aziz yang adil dan bijaksana sudah sempat dilontarkan Umar bin Khaththab. Sang khalifah kedua itu sempat bermimpi melihat seorang pemuda dari keturunannya, bernama Umar, dengan kening yang cacat karena luka. Pemuda itu kelak akan menjadi pemimpin umat Islam.
Mimpi itu akhirnya terbukti. Umar bin Abdul Aziz sewaktu kecil wajahnya memang sempat tertendang kuda, sehingga bagian keningnya mengalami luka. Umar kecil dibesarkan di Madinah. Ia dibimbing sang paman bernama Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadits terbanyak. Umar tinggal di Madinah hingga sang ayah wafat.
Imam Tirmidzi meriwayatkan dalam sebuah hadits, bahwa Khalifah Umar bin Khaththab berkata:
* "Dari kalangan zuriatku akan ada seorang lelaki berparut di wajahnya. Dia akan memenuhi dunia dengan keadilan."
Ternyata isyarat ini terjadi kepada Umar bin Abdul Aziz. Sewaktu kecil beliau telah dilukai seekor binatang tepat di dahinya. Bapaknya menyapu darah yang mengalir di kepalanya lantas berkata:
* "Kalau engkaulah lelaki berparut di dahi yang diisyaratkan itu, niscaya engkaulah orang yang bahagia." Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Asakir.
Di zaman pemerintahan Khalifah Al-Walid I beliau dilantik menjadi gubernur Madinah dan pada tahun 99H beliau resmi menjadi khalifah sesudah wafatnya Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik.
Menurut tradisi Muslim Sunni, silsilah keturunan Umar bin Abdul Aziz dengan Umar bin Khaththab terkait dengan sebuah peristiwa terkenal yang terjadi pada masa kekuasaan Umar bin Khaththab:
"Khalifah Umar bin Khaththab sangat terkenal dengan kegiatannya beronda pada malam hari di sekitar daerah kekuasaannya. Pada suatu malam beliau mendengar dialog seorang anak perempuan dan ibunya, seorang penjual susu yang miskin.
Kata ibu:
“Wahai anakku, segeralah kita tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum terbit matahari.”
Anaknya menjawab:
“Kita tidak boleh berbuat seperti itu ibu, Amirul Mukminin melarang kita berbuat begini”
Si ibu masih mendesak:
“Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu”.
Balas si anak:
“Jika Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhan Amirul Mukminin tahu”.
Sayyidina Umar bin Khaththab yang mendengar kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis itu.
Ketika pulang ke rumah, Umar bin Khaththab meminta anak lelakinya, Asim menikahi gadis miskin dan jujur itu.
Kata Umar bin Khaththab:
"Semoga lahir dari keturunan gadis ini bakal pemimpin Islam yang hebat kelak yang akan memimpin orang-orang Arab dan Ajam”.
Asim yang taat tanpa banyak tanya segera menikahi gadis miskin tersebut. Pernikahan ini melahirkan anak perempuan bernama Laila yang lebih dikenal dengan sebutan Ummu Asim. Ketika dewasa Ummu Asim menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan yang melahirkan Umar bin Abdul Aziz.
KEHIDUPAN AWAL (682 – 715 M)
Umar bin Abdul Aziz dibesarkan di Madinah, di bawah bimbingan Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadits terbanyak. Ia tinggal di sana sampai kematiannya ayahnya, di mana kemudian ia dipanggil ke Damaskus oleh Khalifah Abdul Malik dan menikah dengan anak perempuannya yang bernama Fatimah. Ayah mertuanya kemudian meninggal.
Pada tahun 706, Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi Gubernur Madinah oleh Khalifah Al-Walid I
ERA KHALIFAH AL-WALID I (715 M)
Tidak seperti sebagian besar penguasa pada saat itu, Umar bin Abdul Aziz membentuk sebuah dewan yang kemudian bersama-sama dengannya menjalankan pemerintahan provinsi. Masa di Madinah itu menjadi masa yang jauh berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, di mana keluhan-keluhan resmi ke Damaskus berkurang dan dapat diselesaikan di Madinah, sebagai tambahan banyak orang yang berimigrasi ke Madinah dari Iraq, mencari perlindungan dari gubernur mereka yang kejam, Al-Hajjaj bin Yusuf.
Hal tersebut menyebabkan kemarahan Al-Hajjaj, dan ia menekan Al-Walid I untuk memberhentikan Umar bin Abdul Aziz. Al-Walid I tunduk kepada tekanan Al-Hajjaj dan memberhentikan Umar bin Abdul Aziz dari jabatannya. Tetapi saat itu, Umar bin Abdul Aziz sudah memiliki reputasi yang tinggi di Kekhalifahan Islam pada masa itu.
Pada era Al-Walid I ini juga tercatat tentang keputusan Khalifah yang kontroversial untuk memperluas area di sekitar masjid Nabawi sehingga rumah Rasulullah SAW ikut direnovasi. Umar bin Abdul Aziz membacakan keputusan ini di depan penduduk Madinah termasuk ulama mereka, Said Al-Musayyib sehingga banyak dari mereka yang mencucurkan air mata.
Berkata Said Al-Musayyib:
* "Sungguh aku berharap agar rumah Rasulullah tetap dibiarkan seperti apa adanya sehingga generasi Islam yang akan datang dapat mengetahui bagaimana sesungguhnya tata cara hidup beliau yang sederhana."
ERA KHALIFAH SULAIMAN (715 – 717 M)
Umar bin Abdul Aziz tetap tinggal di Madinah selama masa sisa pemerintahan Al-Walid I dan kemudian dilanjutkan oleh saudara Al-Walid, Sulaiman. Sulaiman, yang juga merupakan sepupu Umar bin Abdul Aziz selalu mengagumi Umar, dan menolak untuk menunjuk saudara kandung dan anaknya sendiri pada saat pemilihan Khalifah. Dia menunjuk Umar bin Abdul Aziz.
Kedekatan Umar bin Abdul Aziz dengan Khalifah Sulaiman
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik merupakan sepupu langsung dengan Umar bin Abdul Aziz. Mereka berdua sangat erat dan selalu bersama. Pada masa pemerintahan Sulaiman bin Abdul Malik, dunia dinaungi pemerintahan Islam. Kekuasaan Bani Umayyah sangat kukuh dan stabil.
Suatu hari, Khalifah Sulaiman mengajak Umar bin Abdul Aziz ke markas pasukan Bani Umayyah.
Sulaiman bertanya kepada Umar:
"Apakah yang kau lihat wahai Umar bin Abdul Aziz?", dengan niat agar dapat membakar semangat Umar ketika melihat kekuatan pasukan yang telah dilatih.
Namun jawab Umar bin Abdul Aziz:
"Aku sedang lihat dunia itu sedang makan antara satu dengan yang lain, dan engkau adalah orang yang paling bertanggung jawab dan akan ditanyakan oleh Allah mengenainya".
Khalifah Sulaiman berkata lagi:
"Tidak kagumkah engkau dengan kehebatan pemerintahan kita ini?"
Balas Umar lagi:
"Bahkan yang paling hebat dan mengagumkan adalah orang yang mengenali Allah kemudian mendurhakai-Nya, mengenali syaitan kemudian mengikutinya, mengenali dunia kemudian condong kepada dunia".
Jika Khalifah Sulaiman adalah pemimpin biasa, sudah barang tentu akan marah dengan kata-kata Umar bin Abdul Aziz, namun beliau menerima dengan hati terbuka bahkan kagum dengan kata-kata itu.
MENJADI KHALIFAH
Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah menggantikan Khalifah Sulaiman yang wafat pada tahun 716. Ia di bai'at sebagai khalifah pada hari Jum’at setelah shalat Jum’at. Hari itu juga setelah Ashar, rakyat dapat langsung merasakan perubahan kebijakan khalifah baru ini. Khalifah Umar bin Abdul Aziz, masih satu nasab dengan Khalifah kedua, Umar bin Khaththab dari garis ibu.
Zaman pemerintahannya berhasil memulihkan keadaan negaranya dan mengkondisikan negaranya seperti saat 4 khalifah pertama (Khulafaur Rasyidin) memerintah. Kebijakannya dan kesederhanaan hidupnya pun tak kalah dengan 4 khalifah pertama itu. Gajinya selama menjadi khalifah hanya 2 dirham perhari atau 60 dirham perbulan. Karena itu banyak ahli sejarah menjuluki beliau dengan Khulafaur Rasyidin ke-5. Khalifah Umar ini hanya memerintah selama tiga tahun kurang sedikit. Menurut riwayat, beliau meninggal karena dibunuh (diracun) oleh pembantunya.
SEBELUM MENJABAT KHALIFAH
Menjelang wafatnya Khalifah Sulaiman, penasihat kerajaan bernama Raja’ bin Haiwah menasihati beliau:
"Wahai Amirul Mukminin, antara perkara yang menyebabkan engkau dijaga di dalam kubur dan menerima syafaat dari Allah di akhirat kelak adalah apabila engkau tinggalkan untuk orang Islam khalifah yang adil, maka siapakah pilihanmu?"
Jawab Khalifah Sulaiman:
"Aku melihat Umar bin Abdul Aziz".
Surat wasiat diarahkan supaya ditulis nama Umar bin Abdul Aziz sebagai penerus kekhalifahan, tetapi dirahasiakan dari kalangan menteri dan keluarga. Sebelum wafatnya, Khalifah Sulaiman memerintahkan agar para menteri dan para gubernur berbai’at dengan nama bakal khalifah yang tercantum dalam surat wasiat tersebut.
NAIKNYA UMAR BIN ABDUL AZIZ SEBAGAI AMIRUL MUKMININ
Tak seperti penguasa kebanyakan yang begitu ambisi mengincar kursi kekuasaan, Umar bin Abdul Aziz justru menangis ketika tahta dianugerahkan kepadanya. Meski Umar bin Abdul Aziz bukan berasal dari trah Bani Umayyah, keadilan dan kearifannya selama menjabat gubernur telah membuat Khalifah Sulaiman terkesan. Maka di akhir hayatnya, Khalifah Sulaiman dalam surat wasiatnya memilih Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya.
Setelah Khalifah Sulaiman tutup usia, Umar bin Abdul Aziz dilantik sebagai khalifah pada 717 M/99 H. Seluruh umat Islam di kota Damaskus pun berkumpul di masjid menantikan pengganti khalifah. Penasihat kerajaan Raja’ bin Haiwah pun segera berdiri dan membacakan surat wasiat Khalifah Sulaiman.
‘’Bangunlah wahai Umar bin Abdul Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini,’’ Ungkap Raja’.
Umar bin Abdul Aziz pun terkejut mendengar keputusan itu. Ia pun segera bangkit dan dengan rendah hati berkata:
* ‘’Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah terlebih dulu dan tak pernah aku memintanya. Sesungguhnya aku mencabut bai’at yang ada di lehermu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki.’’
Umat Islam yang berada di masjid menolak untuk mencabut ba’iatnya.
Semua bersepakat dan meminta Umar bin Abdul Aziz untuk menjadi khalifah. Umar bin Abdul Aziz pun akhirnya menerima ba’iat itu dengan berat hati. Ia menangis karena takut kepada Sang Khalik dengan ujian yang diterimanya. Beragam fasilitas dan keistimewaan yang biasa dinikmati khalifah ditolaknya. Umar memilih untuk tinggal di rumahnya.
Meski berat hati menerima jabatan khalifah, Umar bin Abdul Aziz menunaikan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab. Keluarganya mendukung dan selalu mengingatkannya untuk bekerja keras memakmurkan dan menyejahterakan rakyat. Sang anak, Abdul Malik, tak segan-segan untuk menegur dan mengingatkan ayahnya agar bekerja keras memperhatikan negara dan rakyat yang dipimpinnya. Segala keistimewaan sebagai khalifah ditolak oleh Umar bin Abdul Aziz.
Selepas diangkat menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz yang kelelahan mengurus pemakaman Khalifah Sulaiman berniat untuk tidur.
Pada saat itulah anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul Malik masuk melihat ayahnya dan berkata:
‘’Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?’’ Ujar Abdul Malik.
‘’Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini,’’ Jawab Khalifah Umar.
‘’Lalu apa yang akan engkau lakukan ayahanda?’’ Tanya sang anak.
‘’Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zhuhur, kemudian ayah akan keluar untuk shalat bersama rakyat,’ Ucap Khalifah Umar.
Lalu Abdul Malik berkata:
‘’Wahai ayah, siapa yang menjamin engkau akan masih hidup sampai waktu zhuhur? Padahal sekarang engkau adalah Amirul Mukminin yang bertanggung jawab untuk mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi.’’
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun segera bangkit dari peraduan dan membatalkan niatnya untuk tidur. Beliau memanggil anaknya mendekati beliau, mengecup kedua belah mata anaknya sambil berkata:
‘’Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku.’’
PEMERINTAHAN UMAR BIN ABDUL AZIZ
Umar bin Abdul Aziz sangat bersedih ketika diberi jabatan (amanah) oleh umat untuk menjadi Khalifah. Ini dikisahkan oleh isterinya, Fatimah, yang melihat Umar bin Abdul Aziz sedang menangis di kamarnya. Fatimah pun menanyakan apa yang terjadi pada diri suaminya. Lalu Umar bin Abdul Aziz menjawab:
* “Ya Fatimah, saya telah dijadikan penguasa atas kaum muslimin dan orang asing, saya memikirkan nasib kaum miskin yang sedang tertimpa kelaparan, kaum telanjang dan sengsara, kaum tertindas yang sedang mengalami cobaan berat, kaum tak dikenal dalam penjara, orang-orang tua yang patut dihormati, orang yang mempunyai keluarga besar namun penghasilannya sedikit, serta orang-orang dalam keadaan serupa di Negara-negara di dunia dan propinsi-propinsi yang jauh. Saya merasa bahwa Tuhanku akan bertanya tentang mereka pada Hari Berbangkit dan saya takut bahwa pembelaan diri yang bagaimana pun tidak akan berguna bagi saya. Lalu saya menangis.” Subhanallah begitu sedihnya beliau menerima jabatan itu.
Hari kedua dilantik menjadi khalifah, beliau menyampaikan khutbah umum. Di penghujung khutbahnya, beliau berkata:
* “Wahai manusia, tiada Nabi selepas Muhammad SAW dan tiada kitab selepas Al-Qur’an. Aku bukan penentu hukum malah aku pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid’ah malah aku seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik di kalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya di kalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku adalah orang yang paling banyak dosa di sisi Allah.”
Beliau kemudian duduk dan menangis:
"Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku," Sambung Umar Ibn Abdul Aziz.
Beliau pulang ke rumah dan menangis sehingga ditegur isterinya:
“Apa yang Amirul Mukminin tangiskan?”
Beliau menjawab:
“Wahai isteriku, aku telah diuji oleh Allah dengan jabatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang yang miskin, ibu-ibu yang janda, anaknya ramai rezekinya sedikit, aku teringat orang-orang dalam tawanan, para fuqara’ kaum muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku di akhirat kelak dan aku bimbang aku tidak dapat menjawab hujah-hujah mereka sebagai Khalifah karena aku tahu, yang menjadi pembela di pihak mereka adalah Rasulullah SAW.’’
Isterinya juga turut mengalir air mata.
Umar bin Abdul Aziz mulai memerintah pada usia 36 tahun selama 2 tahun 5 bulan 5 hari. Pemerintahan beliau sangat menakjubkan.
Adil, jujur, sederhana dan bijaksana. Itulah ciri khas kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tak salah bila sejarah Islam menempatkannya sebagai ‘khalifah kelima’ yang bergelar Amirul Mukminin, setelah Khulafa Ar-Rasyidin. Pada era kepemimpinannya, Dinasti Umayyah mampu menorehkan tinta emas kejayaan yang mengharumkan nama Islam.
Khalifah pilihan itu begitu mencintai dan memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Ia beserta seluruh keluarganya rela hidup sederhana dan menyerahkan harta kekayaannya ke Baitul Mal (kas negara), begitu diangkat menjadi khalifah. Khalifah Umar II pun dengan gagah berani serta tanpa pandang bulu memberantas segala bentuk praktik korupsi.
Tanpa ragu, Khalifah Umar II membersihkan harta kekayaan para pejabat dan keluarga Bani Umayyah yang diperoleh secara tak wajar. Ia lalu menyerahkannya ke kas negara. Semua pejabat korup dipecat. Langkah itu dilakukan khalifah demi menyejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Baginya, jabatan bukanlah alat untuk meraup kekayaan, melainkan amanah dan beban yang harus ditunaikan secara benar.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun bekerja keras membaktikan dirinya bagi rakyat dan umat. Pada era kepemimpinannya, Dinasti Umayyah meraih puncak kejayaan. Sayang, dia hanya memimpin dalam waktu sekejap saja, yakni dua tahun.
Saat memimpin Madinah, Umar bin Abdul Aziz sempat memugar dan memperluas bangunan Masjid Nabawi. Sejak masa kepemimpinannya, Masjid Nabawi memiliki menara dan kubah. Umar bin Abdul Aziz tutup usia pada tahun 101 H/720 M. Syahdan, dia meninggal karena diracun. Kejujuran, keadilan, kebijaksanaan serta kesederhanaan Umar bin Abdul Aziz dalam memimpin rakyat dan umat sudah sepantasnya ditiru oleh para pemimpin Muslim.
Pembaruan di Masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (Umar II)
Beliau sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya sehingga mereka merasa tercukupi segala keperluannya. Pernah terjadi di zamannya seorang lelaki membawa harta yang begitu besar jumlahnya kemudian ingin membagikan kepada yang memerlukan, namun tidak ada seorang pun yang datang untuk mengambil harta itu karena mereka telah tercukupi keperluannya.
Sebelum menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang hidup mewah dari harta yang halal. Namun begitu dilantik menjadi khalifah segala harta bendanya diserahkan kepada Baitul Mal, beliau begitu serius menjalankan amanah Allah hingga tidak ada waktu lagi untuk hal-hal lain. Isterinya meriwayatkan bahwa setiap kali beliau pulang ke rumah malam hari, beliau akan duduk di tempat shalatnya menangis dan berdoa hingga tertidur. Apabila beliau terjaga beliau menangis dan berdoa lagi dan begitulah seterusnya hingga subuh.
Di zaman itu imperium Islam makin meluas, kerajaan banyak mengutus misi-misi ketentaraan untuk membuka negara Afrika, Khurasan dan lain-lain. Mayoritas umat Islam adalah baik karena mereka masih berada dalam lingkungan tiga kurun yang dijanjikan, namun Bani Umayyah yang memerintah waktu itu memang terkenal dengan kehidupan mereka yang bermewah-mewah dan banyak melanggar perintah Allah.
Sistem kekhalifahan Bani Umayyah mengikuti budaya para raja (monarki) di mana sistem itu bertentangan dengan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mengamalkan sistem Syar’i. Karena itulah Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengembalikan sistem pemerintahan yang dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin. Pada hari pelantikannya Sayyidina Umar bin Abdul Aziz naik ke atas mimbar masjid Umawi di Damsyik lalu mengistiharkan peletakan jabatannya dan tidak akan memerintah melainkan jika dilantik secara Syar’i. Ketika beliau turun dari mimbar, orang banyak membai’atnya dan melantiknya menjadi khalifah berdasarkan sistem Syar’i.
Masa kepemimpinannya tak berlangsung lama, namun kejayaan Dinasti Umayyah justru tercapai pada era Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Setelah membersihkan harta kekayaan tak wajar di kalangan pejabat dan keluarga bani Umayyah, Khalifah Umar melakukan reformasi dan pembaruan di berbagai bidang.
Beliau menegakkan keadilan di dalam pemerintahannya. Penguasa-penguasa yang zalim dipecat dan digantikan dengan orang yang lebih layak untuk memperbaiki keadaan masyarakat. Yahya Al-Ghassani menceritakan: Seorang gubernur menulis surat kepada beliau :
* “Wahai Amirul Mukminin, negeri kami ini telah rusak, alangkah baiknya jika tuan memberi jalan untuk memulihkan negeri kami. Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjawab surat itu dengan berkata: ‘Apabila engkau membaca suratku ini hendaklah engkau memagari negerimu dengan keadilan dan bersihkanlah jalan-jalannya dari kezaliman. Sesungguhnya itulah pemulihannya, wassalam.......”
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun menggunakan kas negara untuk memakmurkan dan menyejahterakan rakyatnya. Berbagai fasilitas dan pelayanan publik dibangun dan diperbaiki. Sektor pertanian terus dikembangkan melalui perbaikan lahan dan saluran irigasi.
Sumur-sumur baru terus digali untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih. Jalan-jalan di kota Damascus dan sekitarnya dibangun dan dikembangkan. Untuk memuliakan tamu dan para musafir yang singgah di Damascus, khalifah membangun penginapan. Sarana ibadah seperti masjid diperbanyak dan diperindah. Masyarakat yang sakit disediakan pengobatan gratis. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun memperbaiki pelayanan di dinas pos, sehingga aktivitas korespondesi berlangsung lancar.
Begitu dekatnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz di hati rakyat membuat kondisi keamanan semakin kondusif. Kelompok Khawarij dan Syiah yang di era sebelumnya kerap memberontak berubah menjadi lunak. Khalifah Umar tak menghadapi perbedaan dengan senjata dan perang, melainkan mengajak kubu yang berbeda pendapat itu melalui diskusi.
Pendekatan persuasif itu berhasil. Golongan Khawarij dan Syiah ternyata taat pada penguasa dan tak menghentikan pemberontakan. Sebagai pemimpin rakyat dan umat, Khalifah Umar melarang masyarakatnya untuk mencaci atau menghujat Ali bin Abi Thalib dalam khutbah atau pidato. Kebijakan itu mengundang simpati kaum Syiah.
Hal itu begitu kontras bila dibandingkan dengan khalifah sebelumnya yang selalu menghujat Imam kaum Syiah. Khalifah terdahulu menerapkan kebijakan itu untuk menjauhkan rakyatnya dari pengaruh Syiah. Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah berhasil mendamaikan perseteruan antara Syiah dan Sunni --sesuatu yang boleh dibilang hampir mustahil tercapai. Di wilayah-wilayah yang ditaklukkan, Khalifah Umar juga mengubah kebijakan.
Ia mengganti peperangan dengan gerakan dakwah Islam. Strategi itu ternyata benar-benar jitu. Pendekatan persuasif itu mengundang simpati dari pemeluk agama lain. Secara sadar dan ikhlas mereka berbondong- bondong memilih Islam sebagai agama terbaik. Raja Sind amat terkagum-kagum dengan kebijakan itu. Ia pun mengucapkan dua kalimah syahadat dan diikuti rakyatnya. Masyarakat yang tetap menganut agama non-Islam tetap dilindungi namun dikenakan pajak yang tak memberatkan.
Khalifah Umar berhasil menyejahterakan rakyat di seluruh wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata:
* ‘’Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorangpun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan.’’
Dalam suatu riwayat, Abu Ubaid mengisahkan:
Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu.
‘’Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun di Baitul Mal masih banyak uang.”
Khalifah Umar memerintahkan:
‘’Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah ia uang untuk melunasi utangnya.’’
Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah Umar.
‘’Saya sudah membayar utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.’’
Khalifah memerintah lagi.
‘’Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya.’’
Abdul Hamid sekali lagi menyurati Khalifah:
‘’Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah. Namun, di Baitul Mal ternyata masih banyak uang.’’
Adakah pemimpin yang memikirkan rakyatnya seperti itu saat ini?
HARI-HARI TERAKHIR UMAR BIN ABDUL AZIZ
Cermin Kesahajaan Sang Khalifah
Umar bin Abdul Aziz wafat disebabkan oleh sakit akibat diracun oleh pembantunya.
Saat Khalifah Umar bin Abdul Aziz terbaring sakit menjelang kematiannya, para menteri kerajaan sempat meminta agar isteri Amirul Mukminin untuk mengganti pakaian sang Khalifah. Dengan rendah hati puteri Khalifah Abdul Malik berkata:
‘’Cuma itu saja pakaian yang dimiliki Khalifah.’’
Hal itu begitu kontras dengan keadaan rakyatnya yang sejahtera dan kaya raya.
Khalifah pilihan itu memilih hidup bersahaja. Menjelang akhir hayatnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz ditanya:
‘’Wahai Amirul Mukminin, apa yang akan engkau wasiatkan buat anak-anakmu?’’
Khalifah balik bertanya:
“Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa.’’
Khalifah Umar melanjutkan:
"Jika anak-anakku orang shaleh, Allah-lah yang mengurus orang-orang shaleh. Jika mereka orang-orang yang tidak shaleh, aku tidak mau meninggalkan hartaku di tangan orang yang mendurhakai Allah lalu menggunakan hartaku untuk mendurhakai Allah."
Lalu sang Khalifah segera memanggil buah hatinya:
‘’Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan:
Pertama, menjadikan kalian semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka.
Kedua, kalian miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam surga. Sesungguhnya wahai anak-anakku, aku telah memilih surga.’’ (Beliau tidak berkata: Aku telah memilih kamu susah)
Anak-anaknya ditinggalkan tidak berharta dibandingkan anak-anak gubernur lain yang kaya. Setelah kejatuhan Bani Umayyah dan masa-masa setelahnya, keturunan Umar bin Abdul Aziz adalah golongan yang kaya berkat doa dan tawakkal Umar bin Abdul Aziz.
KEBERKATAN DALAM KEPEMIMPINANNYA
Malik bin Dinar (seorang ulama salaf yang terkenal) menceritakan:
* “Bahwa ketika Umar bin Abdul Aziz naik menjadi khalifah para penggembala kambing di lembah dan kampung menjadi tertanya-tanya: Siapakah gerangan lelaki shaleh yang menjadi khalifah ini? Keadilannya menahan srigala dari menerkam kambing-kambing kami."
Pernah terjadi di zamannya Panglima Qutaibah bin Muslim ditugaskan memimpin misi membuka kota Samarkand yang masih Nasrani pada waktu itu. Qutaibah telah melaksanakan tugasnya dengan langsung menyerang Samarkand tanpa memberi tiga pilihan (masuk Islam, membayar jizyah atau perang) terlebih dahulu kepada penduduknya.
Pendeta-pendeta Samarkand tidak puas hati lalu mengutus surat, melaporkan hal itu kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz dan menuntut Qutaibah beserta tentaranya keluar dari Samarkand, karena mereka menaklukkannya tanpa mengikuti syariat. Khalifah mengakui perkara itu lantas mengarahkan agar tentaranya keluar dari Samarkand tanpa syarat.
Tentara-tentara beliau pun patuh dan masyarakat Samarkand yang menyaksikan hal itu begitu terkesan dengan keadilan Islam hingga mereka beramai-ramai mengucapkan 2 kalimah syahadat. Dengan berkat kepemimpinannya juga zamannya merupakan zaman keemasan umat Islam dalam pemerintahan Bani Umayyah.
KEDUDUKAN UMAR BIN ABDUL AZIZ DI SISI PARA ULAMA
Umar bin Abdul Aziz bukan saja seorang pemimpin yang ditunjuk oleh Allah bahkan beliau juga seorang ulama yang ulung di zamannya. Disebutkan bahwa para alim ulama di zamannya hanyalah bertaraf murid-muridnya. Setiap malam beliau akan berkumpul dengan ahli-ahli fiqih untuk bermuzakarah.
Beliau wafat tahun 101 H dalam usia 39 tahun, pemerintahannya yang penuh berkat itu hanya berlangsung 2 tahun. Ketika wafatnya Khalifah, Musa bin Arun berkata:
* “Pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz, kambing kami digembala bersama-sama dengan serigala. Namun pada satu malam seekor serigala telah menerkam kambing kami. Tidak lain pasti lelaki shaleh ini (Umar bin Abdul Aziz) telah wafat. Dan memang mereka mendapatkan beliau."
SURAT DARI RAJA SRIWIJAYA
Tercatat Raja Sriwijaya pernah dua kali mengirimkan surat kepada Khalifah Bani Umayyah. Yang pertama dikirim kepada Muawiyah I, dan yang ke-2 kepada Umar bin Abdul Aziz. Surat kedua didokumentasikan oleh Abdur Rabbih (860-940) dalam karyanya Al-Iqdul Farid. Potongan surat tersebut berbunyi:
* “Dari Raja diraja... yang adalah keturunan seribu raja ... kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan yang lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan; dan saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya, dan menjelaskan kepada saya hukum-hukumnya.”
KISAH-KISAH TELADAN UMAR BIN ABDUL AZIZ
1. Halalnya Uang Belanja Dalam Sepotong Roti
Alkisah pada suatu hari Khalifah Umar Bin Abdul Aziz disediakan makanan oleh Istrinya yang beda dari biasanya.. saat itu ada sepotong roti yang masih hangat, harum dan wangi. Tampak roti itu begitu lezatnya hingga membangkitkan selera.
Sang Khalifah merasa heran dan bertanya pada Istrinya:
“Wahai Istriku dari mana kau memperoleh roti yang harum dan tampak lezat ini?“
Istrinya menjawab :
“Ooh itu buatanku sendiri wahai Amirul Mukminin, aku sengaja membuatkan ini hanya untuk menyenangkan hatimu yang setiap hari selalu sibuk dengan urusan negara dan umat.“
“Berapa uang yang kamu perlukan untuk membuat roti seperti ini,“ Tanya Khalifah.
“Hanya tiga setengah dirham saja , kenapa memangnya?“ Jawab sang istri
“Aku perlu tahu asal-usul makanan dan minuman yang akan masuk ke dalam perutku ini, agar aku bisa mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah SWT nanti.“ Jawab Khalifah, dan bertanya lagi:
“Terus uang yang 3,5 dirham itu kau dapatkan dari mana?“
“Uang itu saya dapatkan dari hasil penyisihan setengah dirham tiap hari dari uang belanja harian rumah tangga kita yang selalu kau berikan kepadaku, jadi dalam seminggu terkumpulah 3,5 dirham dan itu cukup untuk membuat roti seperti ini yang halalan thayyiban.“ Jawab istrinya.
“Baiklah kalau begitu. Saya percaya bahwa asal-usul roti ini halal dan bersih." Kata Khalifah yang lalu menambahkan:
“Berarti kebutuhan biaya harian rumah tangga kita harus dikurangi setengah dirham, agar tak mendapat kelebihan yang membuat kita mampu memakan roti yang lezat atas tanggungan umat.“
Kemudian Khalifah memanggil Bendahara Baitul Mal (Kas Negara) dan meminta agar uang belanja harian untuk rumah tangga Khalifah dikurangi setengah dirham. Dan Khalifah berkata kepada istrinya:
“Saya akan berusaha mengganti harga roti ini agar hati dan perut saya tenang dari gangguan perasaan, karena telah memakan harta umat demi kepentingan pribadi.“
Subhanalah …Cerita ini benar-benar mengandung keteladanan dari seorang Khalifah atau Pimpinan negara yang begitu kuat berprinsip dan berhati-hati, bahwa apapun yang dimakan dan minum harus benar-benar tahu asal-usulnya, dan bahwa semua itu didapat secara halal dan benar. Sebagai Khalifah, dia juga tak mau menggunakan serta menghamburkan uang negara untuk kepentingan pribadi. Kalau biaya rumahtangganya cukup 3 dirham sehari kenapa mesti 3.5 dirham.
2. Dua Setengah Tahun Memerintah Berhasil Mengentaskan Kemiskinan Seluruh Umat
Umar bin Abdul Aziz berhasil menyejahterakan rakyat di seluruh wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata:
* ‘'Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai orang miskin seorangpun".
Di bidang fiskal, Umar memangkas pajak dari orang Nasrani. Tak cuma itu, ia juga menghentikan pungutan pajak dari mualaf. Kebijakannya itu telah menumbuhkan simpati dari kalangan non Muslim sehingga mereka berbondong-bondong memeluk agama Islam. Inilah sebenarnya cara penyebaran Islam dengan akhlaq mulia seperti dicontohkan Nabi Muhammad SAW, bahwa Islam Tidak Mengajarkan Kekerasan
Konon semasa ia menjabat sebagai Khalifah, walaupun hanya 2,5 tahun tak satu pun mahluk dinegerinya menderita kelaparan. Tak ada serigala mencuri ternak penduduk kota, tak ada pengemis di sudut-sudut kota, tak ada penerima zakat karena setiap orang mampu membayar zakat. Lebih mengagumkan lagi, penjara tak ada penghuninya. Sejak diangkat menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz bertekad dalam hatinya, ia berjanji tidak akan mengecewakan amanah yang diembannya. Akhirnya dia berhasil mengelola negara dan memanifestasikan hadits Nabi SAW:
* “Seorang Imam (Khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan dia akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Khalifah dan Buah Apel
Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah seorang khalifah yang paling zuhud, wara’ dan shaleh setelah 4 Khulafaur Rasyidin.
Suatu hari Khalifah Umar bin Abdul Aziz sangat ingin memakan buah apel, tetapi tidak mempunyai uang untuk membelinya, karena semua hartanya dan harta keluarga telah beliau berikan kepada Baitul Mal ketika menjadi Khalifah. Lalu ada seseorang dari kaum keluarganya menghadiahkan buah apel dan dihidangkan kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz oleh Amru bin Muhajir.
Tiba-tiba beliau berkata:
“Alangkah wangi dan bagusnya apel ini. Wahai ghulam, angkat apel ini dan pulangkan kepada orang yang membawanya. Sampaikan salam kepadanya, sesungguhnya hadiahnya telah sampai kepadaku ketika aku sudah tiada selera untuk makan apel.”
Amru bin Muhajir tahu bahwa Khalifah bertindak demikian karena wara’nya.
“Wahai Amirul Mukminin! Dia adalah sepupumu dan masih ahli keluargamu, sedang engkau telah mendengar bahwa Rasulullah SAW mau menerima hadiah,” Kata Amru.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun berkata:
"Celakalah engkau, sesungguhnya hadiah bagi Rasulullah SAW memang hadiah. Akan tetapi hadiah pada hari ini bagi kami adalah merupakan rasuah (suap).”
4. Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan Kepentingan Pribadi
Diceritakan bahwa suatu ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz sedang berada di kantor untuk kerja lembur kerajaan. Keadaan ruangan sangat gelap hingga terpaksa memasang lampu pelita. Seseorang datang dan masuk kantor Khalifah setelah diizinkan. Tiba-tiba Umar bin Abdul Aziz memadamkan api pelita itu, maka beliau bercakap dengan tamunya dalam keadaan gelap, membuat orang lain keheranan.
“Mengapa Amirul Mukminin melayani tamu dalam keadaan gelap?” Tanya seorang pegawai Khalifah.
Umar bin Abdul Aziz berkata:
“Yang datang tadi itu adalah keluargaku. Dia datang kepadaku karena ada urusan pribadi, sedangkan lampu pelita adalah milik negara. Oleh sebab itu, ketika aku berbicara masalah pribadi, aku padamkan lampu tersebut karena tak mau terpakai milik negara.”
Lihatlah betapa amanahnya seorang pemimpin Islam pada waktu itu. Beliau tidak menggunakan kedudukannya sebagai Khalifah untuk kepentingan sendiri atau kaum keluarga dan sahabat malah apa yang beliau ada disedekahkan ke Baitul Mal.
Kita tidak mengharap pemimpin sekarang menyedekahkan seluruh harta mereka. Tetapi kita mau mereka ini amanah dan tidak rasuah (korupsi), tidak menggunakan kedudukan untuk kepentingan pribadi.
5. Taushiyah Khalifah Umar bin Abdul Aziz Kepada Panglima Perangnya
Khalifah Umar bin Abdul Aziz, memberi nasehat kepada salah seorang panglima perangnya yang hendak dikirim dalam suatu peperangan. Beliau menekankan bahwa senjata paling ampuh yang dimiliki orang beriman adalah bertakwa kepada Allah dan meninggalkan maksiat. Allah memberikan kemenangan kepada kaum mukminin karena mereka bertakwa kepada Allah dan meninggalkan maksiat, sedangkan musuh mereka dikalahkan oleh Allah karena tidak bertakwa kepada-Nya dan selalu berbuat kemaksiatan.
Beliau rahimahullah berkata:
"Hendaknya engkau senantiasa bertakwa kepada Allah dalam setiap situasi yang engkau hadapi, karena ketakwaan kepada Allah adalah senjata paling ampuh, taktik paling bagus, dan kekuatan paling hebat. Janganlah engkau dan kawan-kawanmu lebih waspada dalam menghadapi musuh dibanding menghadapi perbuatan maksiat kepada Allah. Karena perbuatan dosa lebih aku khawatirkan atas masyarakat dibanding tipu daya musuh mereka. Kita memusuhi musuh kita dan mengharapkan kemenangan atas mereka berkat tindak kemaksiatan mereka. Kalaulah bukan karena itu, niscaya kita tidak kuasa menghadapi mereka, karena jumlah kita tidak seimbang dengan jumlah mereka. Kekuatan kita tidak setara dengan kekuatan mereka. Bila kita tidak mendapat pertolongan atas mereka berkat kebencian kita terhadap kemaksiatan mereka, niscaya kita tidak dapat mengalahkan mereka hanya dengan kekuatan kita.
Jangan sekali-kali kalian lebih mewaspadai permusuhan seseorang dibanding kewaspadaanmu terhadap dosa-dosamu sendiri. Janganlah kalian lebih serius menghadapi mereka dibanding menghadapi dosa-dosa kalian.
Ketahuilah bahwa kalian senantiasa diawasi oleh para malaikat pencatat amalan. Mereka mengetahui setiap perilaku kalian sepanjang perjalanan dan peristirahatan kalian. Hendaknya kalian merasa malu dari mereka, dan berlaku santun di hadapan mereka. Jangan sekali-kali menyakiti mereka dengan tindak kemaksiatan kepada Allah, padahal kalian mengaku sedang berjuang di jalan Allah.
Janganlah sekali-kali kalian beranggapan bahwa: "Sesungguhnya (perbuatan) musuh-musuh kita lebih jelek dibanding kita, sehingga tidak mungkin mereka dapat mengalahkan kita, walaupun kita berbuat dosa."
Betapa banyak kaum yang telah dikuasai oleh orang-orang yang lebih jelek, akibat dari perbuatan dosa kaum tersebut.
Mohonlah pertolongan kepada Allah dalam menghadapi diri kalian, sebagaimana kalian memohon pertolongan kepada-Nya dalam menghadapi musuh kalian. Sebagaimana kamipun turut memohon hal tersebut untuk diri kita dan juga untuk kalian." (Hilyatul Auliya', karya Abu Nu'aim Al-Ashbahany 5/303)
Semoga bangsa ini segera mendapatkan Pemimpin seperti Umar bin Abdul Aziz !!!
Umar bin Abdul Aziz (bahasa Arab: عمر بن عبد العزيز, bergelar Umar II. Beliau adalah Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa dari tahun 717 M (umur 34–35 tahun) sampai 720 (selama 2–3 tahun). Tidak seperti Khalifah Bani Umayyah sebelumnya, ia bukan merupakan keturunan dari Khalifah sebelumnya, tetapi ditunjuk langsung, di mana ia merupakan sepupu dari khalifah sebelumnya, Sulaiman.
Meski bukan berasal dari keturunan Umayyah, darah kepemimpinan memang mengalir dalam tubuh Umar bin Abdul Aziz. Ia ternyata masih keturunan dari Khalifah Umar bin Khaththab. Umar bin Abdul Aziz terlahir pada tahun 63 H/ 682 M di Halwan sebuah perkampungan di Mesir. Namun ada pula beberapa tradisi yang menyebutkan, beliau lahir di Madinah.
Umar bin Abdul Aziz yang bergelar Abu Hafs dianggap sebagai Khalifaur Rasyidin kelima setelah Sayyidina Ali ra
KELUARGA
Ayahnya adalah Abdul Aziz bin Marwan, Gubernur Mesir dan adik dari Khalifah Abdul Malik. Sedangkan ibunya bernama Ummu Asim binti Asim. Dari Ummu Asim inilah, darah Umar bin Khaththab mengalir di tubuh Umar bin Abdul Aziz. Jadi Umar bin Abdul Aziz adalah cicit dari Khulafaur Rasyidin kedua, yakni Sayyidina Umar bin Khaththab ra.
KISAH UMAR BIN KHATHTHAB BERKAITAN DENGAN UMAR BIN ABDUL AZIZ (ISYARAT KEROHANIAN MENGENAI KEPEMIMPINANNYA
Sosok pemimpin Umar bin Abdul Aziz yang adil dan bijaksana sudah sempat dilontarkan Umar bin Khaththab. Sang khalifah kedua itu sempat bermimpi melihat seorang pemuda dari keturunannya, bernama Umar, dengan kening yang cacat karena luka. Pemuda itu kelak akan menjadi pemimpin umat Islam.
Mimpi itu akhirnya terbukti. Umar bin Abdul Aziz sewaktu kecil wajahnya memang sempat tertendang kuda, sehingga bagian keningnya mengalami luka. Umar kecil dibesarkan di Madinah. Ia dibimbing sang paman bernama Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadits terbanyak. Umar tinggal di Madinah hingga sang ayah wafat.
Imam Tirmidzi meriwayatkan dalam sebuah hadits, bahwa Khalifah Umar bin Khaththab berkata:
* "Dari kalangan zuriatku akan ada seorang lelaki berparut di wajahnya. Dia akan memenuhi dunia dengan keadilan."
Ternyata isyarat ini terjadi kepada Umar bin Abdul Aziz. Sewaktu kecil beliau telah dilukai seekor binatang tepat di dahinya. Bapaknya menyapu darah yang mengalir di kepalanya lantas berkata:
* "Kalau engkaulah lelaki berparut di dahi yang diisyaratkan itu, niscaya engkaulah orang yang bahagia." Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Asakir.
Di zaman pemerintahan Khalifah Al-Walid I beliau dilantik menjadi gubernur Madinah dan pada tahun 99H beliau resmi menjadi khalifah sesudah wafatnya Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik.
Menurut tradisi Muslim Sunni, silsilah keturunan Umar bin Abdul Aziz dengan Umar bin Khaththab terkait dengan sebuah peristiwa terkenal yang terjadi pada masa kekuasaan Umar bin Khaththab:
"Khalifah Umar bin Khaththab sangat terkenal dengan kegiatannya beronda pada malam hari di sekitar daerah kekuasaannya. Pada suatu malam beliau mendengar dialog seorang anak perempuan dan ibunya, seorang penjual susu yang miskin.
Kata ibu:
“Wahai anakku, segeralah kita tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum terbit matahari.”
Anaknya menjawab:
“Kita tidak boleh berbuat seperti itu ibu, Amirul Mukminin melarang kita berbuat begini”
Si ibu masih mendesak:
“Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu”.
Balas si anak:
“Jika Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhan Amirul Mukminin tahu”.
Sayyidina Umar bin Khaththab yang mendengar kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis itu.
Ketika pulang ke rumah, Umar bin Khaththab meminta anak lelakinya, Asim menikahi gadis miskin dan jujur itu.
Kata Umar bin Khaththab:
"Semoga lahir dari keturunan gadis ini bakal pemimpin Islam yang hebat kelak yang akan memimpin orang-orang Arab dan Ajam”.
Asim yang taat tanpa banyak tanya segera menikahi gadis miskin tersebut. Pernikahan ini melahirkan anak perempuan bernama Laila yang lebih dikenal dengan sebutan Ummu Asim. Ketika dewasa Ummu Asim menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan yang melahirkan Umar bin Abdul Aziz.
KEHIDUPAN AWAL (682 – 715 M)
Umar bin Abdul Aziz dibesarkan di Madinah, di bawah bimbingan Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadits terbanyak. Ia tinggal di sana sampai kematiannya ayahnya, di mana kemudian ia dipanggil ke Damaskus oleh Khalifah Abdul Malik dan menikah dengan anak perempuannya yang bernama Fatimah. Ayah mertuanya kemudian meninggal.
Pada tahun 706, Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi Gubernur Madinah oleh Khalifah Al-Walid I
ERA KHALIFAH AL-WALID I (715 M)
Tidak seperti sebagian besar penguasa pada saat itu, Umar bin Abdul Aziz membentuk sebuah dewan yang kemudian bersama-sama dengannya menjalankan pemerintahan provinsi. Masa di Madinah itu menjadi masa yang jauh berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, di mana keluhan-keluhan resmi ke Damaskus berkurang dan dapat diselesaikan di Madinah, sebagai tambahan banyak orang yang berimigrasi ke Madinah dari Iraq, mencari perlindungan dari gubernur mereka yang kejam, Al-Hajjaj bin Yusuf.
Hal tersebut menyebabkan kemarahan Al-Hajjaj, dan ia menekan Al-Walid I untuk memberhentikan Umar bin Abdul Aziz. Al-Walid I tunduk kepada tekanan Al-Hajjaj dan memberhentikan Umar bin Abdul Aziz dari jabatannya. Tetapi saat itu, Umar bin Abdul Aziz sudah memiliki reputasi yang tinggi di Kekhalifahan Islam pada masa itu.
Pada era Al-Walid I ini juga tercatat tentang keputusan Khalifah yang kontroversial untuk memperluas area di sekitar masjid Nabawi sehingga rumah Rasulullah SAW ikut direnovasi. Umar bin Abdul Aziz membacakan keputusan ini di depan penduduk Madinah termasuk ulama mereka, Said Al-Musayyib sehingga banyak dari mereka yang mencucurkan air mata.
Berkata Said Al-Musayyib:
* "Sungguh aku berharap agar rumah Rasulullah tetap dibiarkan seperti apa adanya sehingga generasi Islam yang akan datang dapat mengetahui bagaimana sesungguhnya tata cara hidup beliau yang sederhana."
ERA KHALIFAH SULAIMAN (715 – 717 M)
Umar bin Abdul Aziz tetap tinggal di Madinah selama masa sisa pemerintahan Al-Walid I dan kemudian dilanjutkan oleh saudara Al-Walid, Sulaiman. Sulaiman, yang juga merupakan sepupu Umar bin Abdul Aziz selalu mengagumi Umar, dan menolak untuk menunjuk saudara kandung dan anaknya sendiri pada saat pemilihan Khalifah. Dia menunjuk Umar bin Abdul Aziz.
Kedekatan Umar bin Abdul Aziz dengan Khalifah Sulaiman
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik merupakan sepupu langsung dengan Umar bin Abdul Aziz. Mereka berdua sangat erat dan selalu bersama. Pada masa pemerintahan Sulaiman bin Abdul Malik, dunia dinaungi pemerintahan Islam. Kekuasaan Bani Umayyah sangat kukuh dan stabil.
Suatu hari, Khalifah Sulaiman mengajak Umar bin Abdul Aziz ke markas pasukan Bani Umayyah.
Sulaiman bertanya kepada Umar:
"Apakah yang kau lihat wahai Umar bin Abdul Aziz?", dengan niat agar dapat membakar semangat Umar ketika melihat kekuatan pasukan yang telah dilatih.
Namun jawab Umar bin Abdul Aziz:
"Aku sedang lihat dunia itu sedang makan antara satu dengan yang lain, dan engkau adalah orang yang paling bertanggung jawab dan akan ditanyakan oleh Allah mengenainya".
Khalifah Sulaiman berkata lagi:
"Tidak kagumkah engkau dengan kehebatan pemerintahan kita ini?"
Balas Umar lagi:
"Bahkan yang paling hebat dan mengagumkan adalah orang yang mengenali Allah kemudian mendurhakai-Nya, mengenali syaitan kemudian mengikutinya, mengenali dunia kemudian condong kepada dunia".
Jika Khalifah Sulaiman adalah pemimpin biasa, sudah barang tentu akan marah dengan kata-kata Umar bin Abdul Aziz, namun beliau menerima dengan hati terbuka bahkan kagum dengan kata-kata itu.
MENJADI KHALIFAH
Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah menggantikan Khalifah Sulaiman yang wafat pada tahun 716. Ia di bai'at sebagai khalifah pada hari Jum’at setelah shalat Jum’at. Hari itu juga setelah Ashar, rakyat dapat langsung merasakan perubahan kebijakan khalifah baru ini. Khalifah Umar bin Abdul Aziz, masih satu nasab dengan Khalifah kedua, Umar bin Khaththab dari garis ibu.
Zaman pemerintahannya berhasil memulihkan keadaan negaranya dan mengkondisikan negaranya seperti saat 4 khalifah pertama (Khulafaur Rasyidin) memerintah. Kebijakannya dan kesederhanaan hidupnya pun tak kalah dengan 4 khalifah pertama itu. Gajinya selama menjadi khalifah hanya 2 dirham perhari atau 60 dirham perbulan. Karena itu banyak ahli sejarah menjuluki beliau dengan Khulafaur Rasyidin ke-5. Khalifah Umar ini hanya memerintah selama tiga tahun kurang sedikit. Menurut riwayat, beliau meninggal karena dibunuh (diracun) oleh pembantunya.
SEBELUM MENJABAT KHALIFAH
Menjelang wafatnya Khalifah Sulaiman, penasihat kerajaan bernama Raja’ bin Haiwah menasihati beliau:
"Wahai Amirul Mukminin, antara perkara yang menyebabkan engkau dijaga di dalam kubur dan menerima syafaat dari Allah di akhirat kelak adalah apabila engkau tinggalkan untuk orang Islam khalifah yang adil, maka siapakah pilihanmu?"
Jawab Khalifah Sulaiman:
"Aku melihat Umar bin Abdul Aziz".
Surat wasiat diarahkan supaya ditulis nama Umar bin Abdul Aziz sebagai penerus kekhalifahan, tetapi dirahasiakan dari kalangan menteri dan keluarga. Sebelum wafatnya, Khalifah Sulaiman memerintahkan agar para menteri dan para gubernur berbai’at dengan nama bakal khalifah yang tercantum dalam surat wasiat tersebut.
NAIKNYA UMAR BIN ABDUL AZIZ SEBAGAI AMIRUL MUKMININ
Tak seperti penguasa kebanyakan yang begitu ambisi mengincar kursi kekuasaan, Umar bin Abdul Aziz justru menangis ketika tahta dianugerahkan kepadanya. Meski Umar bin Abdul Aziz bukan berasal dari trah Bani Umayyah, keadilan dan kearifannya selama menjabat gubernur telah membuat Khalifah Sulaiman terkesan. Maka di akhir hayatnya, Khalifah Sulaiman dalam surat wasiatnya memilih Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya.
Setelah Khalifah Sulaiman tutup usia, Umar bin Abdul Aziz dilantik sebagai khalifah pada 717 M/99 H. Seluruh umat Islam di kota Damaskus pun berkumpul di masjid menantikan pengganti khalifah. Penasihat kerajaan Raja’ bin Haiwah pun segera berdiri dan membacakan surat wasiat Khalifah Sulaiman.
‘’Bangunlah wahai Umar bin Abdul Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini,’’ Ungkap Raja’.
Umar bin Abdul Aziz pun terkejut mendengar keputusan itu. Ia pun segera bangkit dan dengan rendah hati berkata:
* ‘’Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah terlebih dulu dan tak pernah aku memintanya. Sesungguhnya aku mencabut bai’at yang ada di lehermu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki.’’
Umat Islam yang berada di masjid menolak untuk mencabut ba’iatnya.
Semua bersepakat dan meminta Umar bin Abdul Aziz untuk menjadi khalifah. Umar bin Abdul Aziz pun akhirnya menerima ba’iat itu dengan berat hati. Ia menangis karena takut kepada Sang Khalik dengan ujian yang diterimanya. Beragam fasilitas dan keistimewaan yang biasa dinikmati khalifah ditolaknya. Umar memilih untuk tinggal di rumahnya.
Meski berat hati menerima jabatan khalifah, Umar bin Abdul Aziz menunaikan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab. Keluarganya mendukung dan selalu mengingatkannya untuk bekerja keras memakmurkan dan menyejahterakan rakyat. Sang anak, Abdul Malik, tak segan-segan untuk menegur dan mengingatkan ayahnya agar bekerja keras memperhatikan negara dan rakyat yang dipimpinnya. Segala keistimewaan sebagai khalifah ditolak oleh Umar bin Abdul Aziz.
Selepas diangkat menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz yang kelelahan mengurus pemakaman Khalifah Sulaiman berniat untuk tidur.
Pada saat itulah anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul Malik masuk melihat ayahnya dan berkata:
‘’Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?’’ Ujar Abdul Malik.
‘’Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini,’’ Jawab Khalifah Umar.
‘’Lalu apa yang akan engkau lakukan ayahanda?’’ Tanya sang anak.
‘’Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zhuhur, kemudian ayah akan keluar untuk shalat bersama rakyat,’ Ucap Khalifah Umar.
Lalu Abdul Malik berkata:
‘’Wahai ayah, siapa yang menjamin engkau akan masih hidup sampai waktu zhuhur? Padahal sekarang engkau adalah Amirul Mukminin yang bertanggung jawab untuk mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi.’’
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun segera bangkit dari peraduan dan membatalkan niatnya untuk tidur. Beliau memanggil anaknya mendekati beliau, mengecup kedua belah mata anaknya sambil berkata:
‘’Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku.’’
PEMERINTAHAN UMAR BIN ABDUL AZIZ
Umar bin Abdul Aziz sangat bersedih ketika diberi jabatan (amanah) oleh umat untuk menjadi Khalifah. Ini dikisahkan oleh isterinya, Fatimah, yang melihat Umar bin Abdul Aziz sedang menangis di kamarnya. Fatimah pun menanyakan apa yang terjadi pada diri suaminya. Lalu Umar bin Abdul Aziz menjawab:
* “Ya Fatimah, saya telah dijadikan penguasa atas kaum muslimin dan orang asing, saya memikirkan nasib kaum miskin yang sedang tertimpa kelaparan, kaum telanjang dan sengsara, kaum tertindas yang sedang mengalami cobaan berat, kaum tak dikenal dalam penjara, orang-orang tua yang patut dihormati, orang yang mempunyai keluarga besar namun penghasilannya sedikit, serta orang-orang dalam keadaan serupa di Negara-negara di dunia dan propinsi-propinsi yang jauh. Saya merasa bahwa Tuhanku akan bertanya tentang mereka pada Hari Berbangkit dan saya takut bahwa pembelaan diri yang bagaimana pun tidak akan berguna bagi saya. Lalu saya menangis.” Subhanallah begitu sedihnya beliau menerima jabatan itu.
Hari kedua dilantik menjadi khalifah, beliau menyampaikan khutbah umum. Di penghujung khutbahnya, beliau berkata:
* “Wahai manusia, tiada Nabi selepas Muhammad SAW dan tiada kitab selepas Al-Qur’an. Aku bukan penentu hukum malah aku pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid’ah malah aku seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik di kalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya di kalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku adalah orang yang paling banyak dosa di sisi Allah.”
Beliau kemudian duduk dan menangis:
"Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku," Sambung Umar Ibn Abdul Aziz.
Beliau pulang ke rumah dan menangis sehingga ditegur isterinya:
“Apa yang Amirul Mukminin tangiskan?”
Beliau menjawab:
“Wahai isteriku, aku telah diuji oleh Allah dengan jabatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang yang miskin, ibu-ibu yang janda, anaknya ramai rezekinya sedikit, aku teringat orang-orang dalam tawanan, para fuqara’ kaum muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku di akhirat kelak dan aku bimbang aku tidak dapat menjawab hujah-hujah mereka sebagai Khalifah karena aku tahu, yang menjadi pembela di pihak mereka adalah Rasulullah SAW.’’
Isterinya juga turut mengalir air mata.
Umar bin Abdul Aziz mulai memerintah pada usia 36 tahun selama 2 tahun 5 bulan 5 hari. Pemerintahan beliau sangat menakjubkan.
Adil, jujur, sederhana dan bijaksana. Itulah ciri khas kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tak salah bila sejarah Islam menempatkannya sebagai ‘khalifah kelima’ yang bergelar Amirul Mukminin, setelah Khulafa Ar-Rasyidin. Pada era kepemimpinannya, Dinasti Umayyah mampu menorehkan tinta emas kejayaan yang mengharumkan nama Islam.
Khalifah pilihan itu begitu mencintai dan memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Ia beserta seluruh keluarganya rela hidup sederhana dan menyerahkan harta kekayaannya ke Baitul Mal (kas negara), begitu diangkat menjadi khalifah. Khalifah Umar II pun dengan gagah berani serta tanpa pandang bulu memberantas segala bentuk praktik korupsi.
Tanpa ragu, Khalifah Umar II membersihkan harta kekayaan para pejabat dan keluarga Bani Umayyah yang diperoleh secara tak wajar. Ia lalu menyerahkannya ke kas negara. Semua pejabat korup dipecat. Langkah itu dilakukan khalifah demi menyejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Baginya, jabatan bukanlah alat untuk meraup kekayaan, melainkan amanah dan beban yang harus ditunaikan secara benar.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun bekerja keras membaktikan dirinya bagi rakyat dan umat. Pada era kepemimpinannya, Dinasti Umayyah meraih puncak kejayaan. Sayang, dia hanya memimpin dalam waktu sekejap saja, yakni dua tahun.
Saat memimpin Madinah, Umar bin Abdul Aziz sempat memugar dan memperluas bangunan Masjid Nabawi. Sejak masa kepemimpinannya, Masjid Nabawi memiliki menara dan kubah. Umar bin Abdul Aziz tutup usia pada tahun 101 H/720 M. Syahdan, dia meninggal karena diracun. Kejujuran, keadilan, kebijaksanaan serta kesederhanaan Umar bin Abdul Aziz dalam memimpin rakyat dan umat sudah sepantasnya ditiru oleh para pemimpin Muslim.
Pembaruan di Masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (Umar II)
Beliau sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya sehingga mereka merasa tercukupi segala keperluannya. Pernah terjadi di zamannya seorang lelaki membawa harta yang begitu besar jumlahnya kemudian ingin membagikan kepada yang memerlukan, namun tidak ada seorang pun yang datang untuk mengambil harta itu karena mereka telah tercukupi keperluannya.
Sebelum menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang hidup mewah dari harta yang halal. Namun begitu dilantik menjadi khalifah segala harta bendanya diserahkan kepada Baitul Mal, beliau begitu serius menjalankan amanah Allah hingga tidak ada waktu lagi untuk hal-hal lain. Isterinya meriwayatkan bahwa setiap kali beliau pulang ke rumah malam hari, beliau akan duduk di tempat shalatnya menangis dan berdoa hingga tertidur. Apabila beliau terjaga beliau menangis dan berdoa lagi dan begitulah seterusnya hingga subuh.
Di zaman itu imperium Islam makin meluas, kerajaan banyak mengutus misi-misi ketentaraan untuk membuka negara Afrika, Khurasan dan lain-lain. Mayoritas umat Islam adalah baik karena mereka masih berada dalam lingkungan tiga kurun yang dijanjikan, namun Bani Umayyah yang memerintah waktu itu memang terkenal dengan kehidupan mereka yang bermewah-mewah dan banyak melanggar perintah Allah.
Sistem kekhalifahan Bani Umayyah mengikuti budaya para raja (monarki) di mana sistem itu bertentangan dengan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mengamalkan sistem Syar’i. Karena itulah Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengembalikan sistem pemerintahan yang dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin. Pada hari pelantikannya Sayyidina Umar bin Abdul Aziz naik ke atas mimbar masjid Umawi di Damsyik lalu mengistiharkan peletakan jabatannya dan tidak akan memerintah melainkan jika dilantik secara Syar’i. Ketika beliau turun dari mimbar, orang banyak membai’atnya dan melantiknya menjadi khalifah berdasarkan sistem Syar’i.
Masa kepemimpinannya tak berlangsung lama, namun kejayaan Dinasti Umayyah justru tercapai pada era Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Setelah membersihkan harta kekayaan tak wajar di kalangan pejabat dan keluarga bani Umayyah, Khalifah Umar melakukan reformasi dan pembaruan di berbagai bidang.
Beliau menegakkan keadilan di dalam pemerintahannya. Penguasa-penguasa yang zalim dipecat dan digantikan dengan orang yang lebih layak untuk memperbaiki keadaan masyarakat. Yahya Al-Ghassani menceritakan: Seorang gubernur menulis surat kepada beliau :
* “Wahai Amirul Mukminin, negeri kami ini telah rusak, alangkah baiknya jika tuan memberi jalan untuk memulihkan negeri kami. Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjawab surat itu dengan berkata: ‘Apabila engkau membaca suratku ini hendaklah engkau memagari negerimu dengan keadilan dan bersihkanlah jalan-jalannya dari kezaliman. Sesungguhnya itulah pemulihannya, wassalam.......”
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun menggunakan kas negara untuk memakmurkan dan menyejahterakan rakyatnya. Berbagai fasilitas dan pelayanan publik dibangun dan diperbaiki. Sektor pertanian terus dikembangkan melalui perbaikan lahan dan saluran irigasi.
Sumur-sumur baru terus digali untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih. Jalan-jalan di kota Damascus dan sekitarnya dibangun dan dikembangkan. Untuk memuliakan tamu dan para musafir yang singgah di Damascus, khalifah membangun penginapan. Sarana ibadah seperti masjid diperbanyak dan diperindah. Masyarakat yang sakit disediakan pengobatan gratis. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun memperbaiki pelayanan di dinas pos, sehingga aktivitas korespondesi berlangsung lancar.
Begitu dekatnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz di hati rakyat membuat kondisi keamanan semakin kondusif. Kelompok Khawarij dan Syiah yang di era sebelumnya kerap memberontak berubah menjadi lunak. Khalifah Umar tak menghadapi perbedaan dengan senjata dan perang, melainkan mengajak kubu yang berbeda pendapat itu melalui diskusi.
Pendekatan persuasif itu berhasil. Golongan Khawarij dan Syiah ternyata taat pada penguasa dan tak menghentikan pemberontakan. Sebagai pemimpin rakyat dan umat, Khalifah Umar melarang masyarakatnya untuk mencaci atau menghujat Ali bin Abi Thalib dalam khutbah atau pidato. Kebijakan itu mengundang simpati kaum Syiah.
Hal itu begitu kontras bila dibandingkan dengan khalifah sebelumnya yang selalu menghujat Imam kaum Syiah. Khalifah terdahulu menerapkan kebijakan itu untuk menjauhkan rakyatnya dari pengaruh Syiah. Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah berhasil mendamaikan perseteruan antara Syiah dan Sunni --sesuatu yang boleh dibilang hampir mustahil tercapai. Di wilayah-wilayah yang ditaklukkan, Khalifah Umar juga mengubah kebijakan.
Ia mengganti peperangan dengan gerakan dakwah Islam. Strategi itu ternyata benar-benar jitu. Pendekatan persuasif itu mengundang simpati dari pemeluk agama lain. Secara sadar dan ikhlas mereka berbondong- bondong memilih Islam sebagai agama terbaik. Raja Sind amat terkagum-kagum dengan kebijakan itu. Ia pun mengucapkan dua kalimah syahadat dan diikuti rakyatnya. Masyarakat yang tetap menganut agama non-Islam tetap dilindungi namun dikenakan pajak yang tak memberatkan.
Khalifah Umar berhasil menyejahterakan rakyat di seluruh wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata:
* ‘’Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorangpun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan.’’
Dalam suatu riwayat, Abu Ubaid mengisahkan:
Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu.
‘’Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun di Baitul Mal masih banyak uang.”
Khalifah Umar memerintahkan:
‘’Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah ia uang untuk melunasi utangnya.’’
Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah Umar.
‘’Saya sudah membayar utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.’’
Khalifah memerintah lagi.
‘’Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya.’’
Abdul Hamid sekali lagi menyurati Khalifah:
‘’Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah. Namun, di Baitul Mal ternyata masih banyak uang.’’
Adakah pemimpin yang memikirkan rakyatnya seperti itu saat ini?
HARI-HARI TERAKHIR UMAR BIN ABDUL AZIZ
Cermin Kesahajaan Sang Khalifah
Umar bin Abdul Aziz wafat disebabkan oleh sakit akibat diracun oleh pembantunya.
Saat Khalifah Umar bin Abdul Aziz terbaring sakit menjelang kematiannya, para menteri kerajaan sempat meminta agar isteri Amirul Mukminin untuk mengganti pakaian sang Khalifah. Dengan rendah hati puteri Khalifah Abdul Malik berkata:
‘’Cuma itu saja pakaian yang dimiliki Khalifah.’’
Hal itu begitu kontras dengan keadaan rakyatnya yang sejahtera dan kaya raya.
Khalifah pilihan itu memilih hidup bersahaja. Menjelang akhir hayatnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz ditanya:
‘’Wahai Amirul Mukminin, apa yang akan engkau wasiatkan buat anak-anakmu?’’
Khalifah balik bertanya:
“Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa.’’
Khalifah Umar melanjutkan:
"Jika anak-anakku orang shaleh, Allah-lah yang mengurus orang-orang shaleh. Jika mereka orang-orang yang tidak shaleh, aku tidak mau meninggalkan hartaku di tangan orang yang mendurhakai Allah lalu menggunakan hartaku untuk mendurhakai Allah."
Lalu sang Khalifah segera memanggil buah hatinya:
‘’Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan:
Pertama, menjadikan kalian semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka.
Kedua, kalian miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam surga. Sesungguhnya wahai anak-anakku, aku telah memilih surga.’’ (Beliau tidak berkata: Aku telah memilih kamu susah)
Anak-anaknya ditinggalkan tidak berharta dibandingkan anak-anak gubernur lain yang kaya. Setelah kejatuhan Bani Umayyah dan masa-masa setelahnya, keturunan Umar bin Abdul Aziz adalah golongan yang kaya berkat doa dan tawakkal Umar bin Abdul Aziz.
KEBERKATAN DALAM KEPEMIMPINANNYA
Malik bin Dinar (seorang ulama salaf yang terkenal) menceritakan:
* “Bahwa ketika Umar bin Abdul Aziz naik menjadi khalifah para penggembala kambing di lembah dan kampung menjadi tertanya-tanya: Siapakah gerangan lelaki shaleh yang menjadi khalifah ini? Keadilannya menahan srigala dari menerkam kambing-kambing kami."
Pernah terjadi di zamannya Panglima Qutaibah bin Muslim ditugaskan memimpin misi membuka kota Samarkand yang masih Nasrani pada waktu itu. Qutaibah telah melaksanakan tugasnya dengan langsung menyerang Samarkand tanpa memberi tiga pilihan (masuk Islam, membayar jizyah atau perang) terlebih dahulu kepada penduduknya.
Pendeta-pendeta Samarkand tidak puas hati lalu mengutus surat, melaporkan hal itu kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz dan menuntut Qutaibah beserta tentaranya keluar dari Samarkand, karena mereka menaklukkannya tanpa mengikuti syariat. Khalifah mengakui perkara itu lantas mengarahkan agar tentaranya keluar dari Samarkand tanpa syarat.
Tentara-tentara beliau pun patuh dan masyarakat Samarkand yang menyaksikan hal itu begitu terkesan dengan keadilan Islam hingga mereka beramai-ramai mengucapkan 2 kalimah syahadat. Dengan berkat kepemimpinannya juga zamannya merupakan zaman keemasan umat Islam dalam pemerintahan Bani Umayyah.
KEDUDUKAN UMAR BIN ABDUL AZIZ DI SISI PARA ULAMA
Umar bin Abdul Aziz bukan saja seorang pemimpin yang ditunjuk oleh Allah bahkan beliau juga seorang ulama yang ulung di zamannya. Disebutkan bahwa para alim ulama di zamannya hanyalah bertaraf murid-muridnya. Setiap malam beliau akan berkumpul dengan ahli-ahli fiqih untuk bermuzakarah.
Beliau wafat tahun 101 H dalam usia 39 tahun, pemerintahannya yang penuh berkat itu hanya berlangsung 2 tahun. Ketika wafatnya Khalifah, Musa bin Arun berkata:
* “Pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz, kambing kami digembala bersama-sama dengan serigala. Namun pada satu malam seekor serigala telah menerkam kambing kami. Tidak lain pasti lelaki shaleh ini (Umar bin Abdul Aziz) telah wafat. Dan memang mereka mendapatkan beliau."
SURAT DARI RAJA SRIWIJAYA
Tercatat Raja Sriwijaya pernah dua kali mengirimkan surat kepada Khalifah Bani Umayyah. Yang pertama dikirim kepada Muawiyah I, dan yang ke-2 kepada Umar bin Abdul Aziz. Surat kedua didokumentasikan oleh Abdur Rabbih (860-940) dalam karyanya Al-Iqdul Farid. Potongan surat tersebut berbunyi:
* “Dari Raja diraja... yang adalah keturunan seribu raja ... kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan yang lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan; dan saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya, dan menjelaskan kepada saya hukum-hukumnya.”
KISAH-KISAH TELADAN UMAR BIN ABDUL AZIZ
1. Halalnya Uang Belanja Dalam Sepotong Roti
Alkisah pada suatu hari Khalifah Umar Bin Abdul Aziz disediakan makanan oleh Istrinya yang beda dari biasanya.. saat itu ada sepotong roti yang masih hangat, harum dan wangi. Tampak roti itu begitu lezatnya hingga membangkitkan selera.
Sang Khalifah merasa heran dan bertanya pada Istrinya:
“Wahai Istriku dari mana kau memperoleh roti yang harum dan tampak lezat ini?“
Istrinya menjawab :
“Ooh itu buatanku sendiri wahai Amirul Mukminin, aku sengaja membuatkan ini hanya untuk menyenangkan hatimu yang setiap hari selalu sibuk dengan urusan negara dan umat.“
“Berapa uang yang kamu perlukan untuk membuat roti seperti ini,“ Tanya Khalifah.
“Hanya tiga setengah dirham saja , kenapa memangnya?“ Jawab sang istri
“Aku perlu tahu asal-usul makanan dan minuman yang akan masuk ke dalam perutku ini, agar aku bisa mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah SWT nanti.“ Jawab Khalifah, dan bertanya lagi:
“Terus uang yang 3,5 dirham itu kau dapatkan dari mana?“
“Uang itu saya dapatkan dari hasil penyisihan setengah dirham tiap hari dari uang belanja harian rumah tangga kita yang selalu kau berikan kepadaku, jadi dalam seminggu terkumpulah 3,5 dirham dan itu cukup untuk membuat roti seperti ini yang halalan thayyiban.“ Jawab istrinya.
“Baiklah kalau begitu. Saya percaya bahwa asal-usul roti ini halal dan bersih." Kata Khalifah yang lalu menambahkan:
“Berarti kebutuhan biaya harian rumah tangga kita harus dikurangi setengah dirham, agar tak mendapat kelebihan yang membuat kita mampu memakan roti yang lezat atas tanggungan umat.“
Kemudian Khalifah memanggil Bendahara Baitul Mal (Kas Negara) dan meminta agar uang belanja harian untuk rumah tangga Khalifah dikurangi setengah dirham. Dan Khalifah berkata kepada istrinya:
“Saya akan berusaha mengganti harga roti ini agar hati dan perut saya tenang dari gangguan perasaan, karena telah memakan harta umat demi kepentingan pribadi.“
Subhanalah …Cerita ini benar-benar mengandung keteladanan dari seorang Khalifah atau Pimpinan negara yang begitu kuat berprinsip dan berhati-hati, bahwa apapun yang dimakan dan minum harus benar-benar tahu asal-usulnya, dan bahwa semua itu didapat secara halal dan benar. Sebagai Khalifah, dia juga tak mau menggunakan serta menghamburkan uang negara untuk kepentingan pribadi. Kalau biaya rumahtangganya cukup 3 dirham sehari kenapa mesti 3.5 dirham.
2. Dua Setengah Tahun Memerintah Berhasil Mengentaskan Kemiskinan Seluruh Umat
Umar bin Abdul Aziz berhasil menyejahterakan rakyat di seluruh wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata:
* ‘'Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai orang miskin seorangpun".
Di bidang fiskal, Umar memangkas pajak dari orang Nasrani. Tak cuma itu, ia juga menghentikan pungutan pajak dari mualaf. Kebijakannya itu telah menumbuhkan simpati dari kalangan non Muslim sehingga mereka berbondong-bondong memeluk agama Islam. Inilah sebenarnya cara penyebaran Islam dengan akhlaq mulia seperti dicontohkan Nabi Muhammad SAW, bahwa Islam Tidak Mengajarkan Kekerasan
Konon semasa ia menjabat sebagai Khalifah, walaupun hanya 2,5 tahun tak satu pun mahluk dinegerinya menderita kelaparan. Tak ada serigala mencuri ternak penduduk kota, tak ada pengemis di sudut-sudut kota, tak ada penerima zakat karena setiap orang mampu membayar zakat. Lebih mengagumkan lagi, penjara tak ada penghuninya. Sejak diangkat menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz bertekad dalam hatinya, ia berjanji tidak akan mengecewakan amanah yang diembannya. Akhirnya dia berhasil mengelola negara dan memanifestasikan hadits Nabi SAW:
* “Seorang Imam (Khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan dia akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Khalifah dan Buah Apel
Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah seorang khalifah yang paling zuhud, wara’ dan shaleh setelah 4 Khulafaur Rasyidin.
Suatu hari Khalifah Umar bin Abdul Aziz sangat ingin memakan buah apel, tetapi tidak mempunyai uang untuk membelinya, karena semua hartanya dan harta keluarga telah beliau berikan kepada Baitul Mal ketika menjadi Khalifah. Lalu ada seseorang dari kaum keluarganya menghadiahkan buah apel dan dihidangkan kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz oleh Amru bin Muhajir.
Tiba-tiba beliau berkata:
“Alangkah wangi dan bagusnya apel ini. Wahai ghulam, angkat apel ini dan pulangkan kepada orang yang membawanya. Sampaikan salam kepadanya, sesungguhnya hadiahnya telah sampai kepadaku ketika aku sudah tiada selera untuk makan apel.”
Amru bin Muhajir tahu bahwa Khalifah bertindak demikian karena wara’nya.
“Wahai Amirul Mukminin! Dia adalah sepupumu dan masih ahli keluargamu, sedang engkau telah mendengar bahwa Rasulullah SAW mau menerima hadiah,” Kata Amru.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun berkata:
"Celakalah engkau, sesungguhnya hadiah bagi Rasulullah SAW memang hadiah. Akan tetapi hadiah pada hari ini bagi kami adalah merupakan rasuah (suap).”
4. Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan Kepentingan Pribadi
Diceritakan bahwa suatu ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz sedang berada di kantor untuk kerja lembur kerajaan. Keadaan ruangan sangat gelap hingga terpaksa memasang lampu pelita. Seseorang datang dan masuk kantor Khalifah setelah diizinkan. Tiba-tiba Umar bin Abdul Aziz memadamkan api pelita itu, maka beliau bercakap dengan tamunya dalam keadaan gelap, membuat orang lain keheranan.
“Mengapa Amirul Mukminin melayani tamu dalam keadaan gelap?” Tanya seorang pegawai Khalifah.
Umar bin Abdul Aziz berkata:
“Yang datang tadi itu adalah keluargaku. Dia datang kepadaku karena ada urusan pribadi, sedangkan lampu pelita adalah milik negara. Oleh sebab itu, ketika aku berbicara masalah pribadi, aku padamkan lampu tersebut karena tak mau terpakai milik negara.”
Lihatlah betapa amanahnya seorang pemimpin Islam pada waktu itu. Beliau tidak menggunakan kedudukannya sebagai Khalifah untuk kepentingan sendiri atau kaum keluarga dan sahabat malah apa yang beliau ada disedekahkan ke Baitul Mal.
Kita tidak mengharap pemimpin sekarang menyedekahkan seluruh harta mereka. Tetapi kita mau mereka ini amanah dan tidak rasuah (korupsi), tidak menggunakan kedudukan untuk kepentingan pribadi.
5. Taushiyah Khalifah Umar bin Abdul Aziz Kepada Panglima Perangnya
Khalifah Umar bin Abdul Aziz, memberi nasehat kepada salah seorang panglima perangnya yang hendak dikirim dalam suatu peperangan. Beliau menekankan bahwa senjata paling ampuh yang dimiliki orang beriman adalah bertakwa kepada Allah dan meninggalkan maksiat. Allah memberikan kemenangan kepada kaum mukminin karena mereka bertakwa kepada Allah dan meninggalkan maksiat, sedangkan musuh mereka dikalahkan oleh Allah karena tidak bertakwa kepada-Nya dan selalu berbuat kemaksiatan.
Beliau rahimahullah berkata:
"Hendaknya engkau senantiasa bertakwa kepada Allah dalam setiap situasi yang engkau hadapi, karena ketakwaan kepada Allah adalah senjata paling ampuh, taktik paling bagus, dan kekuatan paling hebat. Janganlah engkau dan kawan-kawanmu lebih waspada dalam menghadapi musuh dibanding menghadapi perbuatan maksiat kepada Allah. Karena perbuatan dosa lebih aku khawatirkan atas masyarakat dibanding tipu daya musuh mereka. Kita memusuhi musuh kita dan mengharapkan kemenangan atas mereka berkat tindak kemaksiatan mereka. Kalaulah bukan karena itu, niscaya kita tidak kuasa menghadapi mereka, karena jumlah kita tidak seimbang dengan jumlah mereka. Kekuatan kita tidak setara dengan kekuatan mereka. Bila kita tidak mendapat pertolongan atas mereka berkat kebencian kita terhadap kemaksiatan mereka, niscaya kita tidak dapat mengalahkan mereka hanya dengan kekuatan kita.
Jangan sekali-kali kalian lebih mewaspadai permusuhan seseorang dibanding kewaspadaanmu terhadap dosa-dosamu sendiri. Janganlah kalian lebih serius menghadapi mereka dibanding menghadapi dosa-dosa kalian.
Ketahuilah bahwa kalian senantiasa diawasi oleh para malaikat pencatat amalan. Mereka mengetahui setiap perilaku kalian sepanjang perjalanan dan peristirahatan kalian. Hendaknya kalian merasa malu dari mereka, dan berlaku santun di hadapan mereka. Jangan sekali-kali menyakiti mereka dengan tindak kemaksiatan kepada Allah, padahal kalian mengaku sedang berjuang di jalan Allah.
Janganlah sekali-kali kalian beranggapan bahwa: "Sesungguhnya (perbuatan) musuh-musuh kita lebih jelek dibanding kita, sehingga tidak mungkin mereka dapat mengalahkan kita, walaupun kita berbuat dosa."
Betapa banyak kaum yang telah dikuasai oleh orang-orang yang lebih jelek, akibat dari perbuatan dosa kaum tersebut.
Mohonlah pertolongan kepada Allah dalam menghadapi diri kalian, sebagaimana kalian memohon pertolongan kepada-Nya dalam menghadapi musuh kalian. Sebagaimana kamipun turut memohon hal tersebut untuk diri kita dan juga untuk kalian." (Hilyatul Auliya', karya Abu Nu'aim Al-Ashbahany 5/303)
Semoga bangsa ini segera mendapatkan Pemimpin seperti Umar bin Abdul Aziz !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar