Rabu, 04 Desember 2013

Matahari, The Greatest Woman Spy

Tahukah kalian dengan Mata Hari ?

Mata Hari itu bukanlah salah satu benda langit yang menjadi penerang, namun nama seorang mata-mata terkenal. Seorang mata-mata berdarah Belanda-Jawa. Indonesia cukup berbangga diri, karena salah satu putri bangsanya ada yang tercatat di dalam sejarah spionase internasional. Saking kelewat terkenalnya, banyak juga film serta novel yang meneceritakan kisah hidupnya. Berikut nama-nama film dan novel yang mengangkat kisah hidup sang “The Greatest Woman Spy”

Daftar Film tentang Mata Hari
* Sang Penari - (2007, Tamara Bleszynski)
* Mata Hari (1931)
* Mata Hari (1985, Sylvia Kristel)
* Mata-Hari (1964)(versi judul lain: “Mata-Hari, agente segreto H21″)
* Mata Hari, la vraie histoire (2003) (TV)
* Fall Mata Hari, Der (1966) (TV)
* Mata Hari (1978)
* Mata Hari (1920)
* Mata Hari, die rote Tänzerin (1927) (versi judul lain: “Mata Hari” atau “Mata Hari: the Red Dancer”)
* Caméra explore le temps: Mata Hari, La (1964) (TV)
* Mata Hari, mythe et réalité d’une espionne (1998)
* Operación Mata Hari (1968) (versi judul lain: “Operation Mata Hari”)
* “Dossier Mata Hari” (1967) (miniseri TV)
• Yo no soy la Mata-Hari (1949) (versi judul lain:”I’m Not Mata Hari”)


Daftar Novel tentang Mata Hari
* Sang Penari (Dukut Imam Widodo)
* De Moord op Matahari (S. Wagenaar)
* Matahari Courtesan and Spy (Majoor Coulson)
* Matahari (J.C. Brokken)
* The Fatal Lover (Juli Wheelwright)

Juga ada kalanya, kalian perlu mengetahui sekelumit kisah hidupnya sang mata-mata wanita terbaik ini. Langsung saja. CHECK THIS OUT!!!!!!


Mata Hari itu sendiri merupakan nama panggung dari Margaretha Geertruida (Grietje) Zelle. Beliau lahir pada tanggal 7 Agustus 1876 di Leeuwarden, Belanda dan wafat pada tanggal15 Oktober 1917 di Vincennes, Perancis yang dihukum tembak mati karena menjadi mata-mata pada Perang Dunia I.. Selain itu beliau juga adalah seorang penari eksotis dan courtesan Nama Mata Hari sendiri sebetulnya bukan berarti ‘Sun’ dalam bahasa Inggris, namun lebih kepada “Eyes Of The Day”.

Margaretha Zelle dilahirkan di Leeuwarden, Friesland di Belanda dari pasangan Adam Zelle dengan Antje van der Meulen. Ayahnya merupakan pemilik toko topi,tetapi juga telah menanamkan modalnya di minyak. Sehingga ia punya cukup uang untuk memanjakan putri satu-satunya. Baik Mata hari maupun ayahnya dilahirkan dan dibesarkan di Friesland. Ketika dia berumur 6 tahun, keluarganya pindah ke Leiden dan pada tahun 1891 ibunya meninggal dan ayahnya bangkrut.

Kisah hidup wanita yang menikah pada usia 18 tahun ini memang cukup suram. Di sekolah, Margaretha dikenal flamboyan. Dia juga pernah dikeluarkan dari sekolah guru gara-gara berskandal dengan kepala sekolahnya.

Setelah kematian ibunya, keluarga Zelle terpisah-pisah dan Margaretha, ketika itu berumur 15 tahun, dikirim ke Sneek untuk tinggal bersama wali nya, Mr Visser. Visser memutuskan untuk mengirim Margaretha ke sekolah dimana memiliki guru-guru terlatih. Di sekolah tersebut, kepala sekolahnya, Wybrandus Haanstra, terpesona oleh Margaretha sehingga tergila-gila dan terlibat affaur dengannya. Puncaknya, Margaretha diminta untuk meninggalkan sekolah dan pergi untuk tinggal dengan pamannya, Mr Taconis di Den Haag.

Pada bulan Maret 1895, Margaretha yang saat itu berusia 18 tahun bertunangan dengan Rudolph (”John”) MacLeod, seorang angkatan laut Belanda yang usianya terpaut 20 tahun lebih tua darinya, setelah membaca sebuah iklan pribadi di koran, dimana iklan tersebut adalah sebuah lelucon yang dibuat oleh teman MacLeod’s. Kemudian pada tanggal 11 Juli 1895, keduanya menikah dan memiliki dua anak

MacLeod sendiri adalah seorang perwira berdarah Skotlandia dan berusia 38 tahun yang ditempatkan selama 16 tahun di Hindia Belanda.

Mereka menghabiskan sebagian besar masa pernikahan mereka dengan tinggal di Indonesia dengan kondisi uang yang minim, terisolir, dan kekasaran John. Kemudian mereka tinggal di Semarang karena adanya suatu masalah serius di dalam rumah tangga mereka. Margaretha pun juga senang dengan rumah di Semarang yang nyaman. Namun, tak berapa lama kemudian, suaminya harus berpindah tugas ke Malang, di daerah Tumpang. Di situlah, Margaretha suka bermain ke candi Jago, candi Kidal, dan candi Singosari. Dia mengagumi tarian Serimpi yang terdapat di candi-candi tersebut.

Kemudian keluarganya pindah pula ke Sumatra. Namun Margaretha tidak kerasan. Dia rindu dengan suasana di Jawa. Apalagi anak laki-lakinya, Norman meninggal di Sumatra pada usia dua setengah tahun karena diracuni.

Tahun 1902, pasangan ini kembali ke Belanda. Namun sialnya pernikahan mereka berdua berakhir dengan perceraian dan pada tahun yang sama, Margaretha memutuskan pergi ke Paris untuk memulai hidup baru tanpa suami, tidak terlatih dalam karir apapun, dan juga tanpa uang. Ia pergi ke Paris dengan tujuan untuk belajar balet, namun kemudian timbul niatnya untuk menjadi penari orientalis di sebuah klab malam. Dia mencoba menari sebisanya dengan menarikan tarian Jawa yang dia dulu sering lihat di candi Jago, Malang. Pakaiannya pun dia variasikan sendiri. Padahal Margarethea sebenarnya tidak tahu banyak mengenai kesenian Jawa, dan juga agama nenek moyang orang Jawa. Namun ia nekat saja menari dan berpakaian khas ketimuran. Margaretha menggunakan pengalamannya di Indonesia untuk menciptakan sosok baru yang mengenakan perhiasan dan parfum, berbicara terkadang dengan dialek Melayu, menari menggoda, dan sering memakai pakaian minim dan seksi .

Dia memulai debut menarinya di sebuah bar (saloon) dan segera sukses. Tariannya sungguh liar dan mengundang decak kagum banyak penonton. Sehingga dalam waktu singkat, namanya sudah cepat melambung. Banyak kaum elit dari Paris dan Eropa lainnya terkesima dengan penampilannya. Banyak media yang menyorotnya. Ketika ditanta wartawan lahir, ia mengaku lahir di kota Jaffnapatam, pantai Malabar, India.dengan ayahnya seorang Brahmana dan ibunya seorang penari di candi. Namun akhirnya public mengetahui kebohongannya. Setelah itulah, nama sebenarnya pun itu diganti dengan nama MATA HARI. Nama itu kedengarannya sangat asing di telinga orang barat. Khas ketimurannya pun juga menonjol. Apalagi Mata Hari memang cocok dianggap orang timur. Bukan saja karena rambutnya yang hitam kelam dan kulitnya yang kecoklatan. tapi bibir dan matanya pun tampak bukan seperti orang barat.

Karena ketenaran itulah, ia mulai terlibat affair dengan beberapa pria. Laki-laki pertama yang affair dengannya adalah Emile Guimet, seorang pengusaha industri sabun cuci dari kota Lyon, Perancis. Sejak tahun 1885, Guimet telah mendirikan museum yang mengkoleksi barang-barang seni orientalis dan dia juga yang mempersilakan museumnya untuk digunakan pentas bagi Mata Hari dan mengenalkan Mata Hari kepada kalangan elit kota Paris. Honor yang didapat Mata Hari pada saat itu adalah emas dengan nilai 1000 Franc.

Pada tahun 1905, Mata Hari telah melakukan pertunjukan sebanyak 35 kali. Penonton yang terbanyak adalah ketika ia pentas di Olympia-Theater, dan dia mendapatkan bayaran sejumlah 10.000 Francs. Di samping Mata Hari pentas di pertunjukan umum, ia juga melayani pentas privat.

Mata Hari juga bercita-cita mempunyai pacar orang kaya yang cita-citanya pun akhirnya telah tercapai. Tak hanya orang kaya dan bangsawan yang menjadi pacarnya, tapi termasuk para perwira tinggi. Dia hidup dengan kemewahan.

Kemudian setelah putus dari Emile Guimet, Mata Hari berganti pacar lagi. Kali ini dengan seorang pengacara bernama Edouard Clunet. Dia mengenal Edouard Clunet ketika sedang meminta saran Clunet untuk menghubungkannya dengan sebuah agen profesional yang mengurus pementasannya. Clunet lalu menghubungkannya dengan agen teater terkenal bernama Gabriel Astruc.

Pada Januari 1906, pertama kali Mata Hari pentas di luar Perancis yaitu di Madrid. Pada Februari 1906, ia pergi ke Berlin dan tak butuh waktu lama untuk memperkenalkan kebolehannya ke publik. Apalagi ia mendapat dukungan dari seorang bangsawan setempat. Kemudian selepas dari Berlin, dia pergi ke Wina, karena dia mendapatkan surat dari Astruc untuk pentas di ibu kota kekaisaran Austria-Hongaria. Publik di Wina terpukau dengan pemnampilannya. Media di sana pun juga terkecoh dengan pemberitaan asal mula Margarethe. Ada banyak versi dari media tentang asalnya. Ada yang bila dia berasal dari Belanda, ada juga yang bilang dari Jawa. Juga ada yang bilang dari Bali dan India. Postur tubuhnya juga diekpos media dengan berpostur besar dan langsing.

Kemolekannya seperti seekor binatang liar. Seorang perempuan cantik yang mirip dewi aneh, berkulit gelap mirip gelapnya malam. Sebuah media mewartakan, kalau Margaretha berusia 30 tahun, tapi wajahnya seperti gadis muda. Bahkan pada bulan Desember di Belanda, terbitlah sebuah buku berjudul:”The Life of Mata Hari, the Biography of my Daughter”. Buku itu ditulis oleh Adam Zelle, ayah Margarethe. Namun Margarethe tidak yakin, kalau itu tulisan ayahnya sendiri. Dia percaya, kalau ada dua penulis mendatangi ayahnya dan mengorek informasi tentangnya karena kepopulerannya.

Sudah berbulan-bulan telah beredar desas-desus ketegangan internasional di seluruh Eropa. Perang akan terancam meletus. Pada awal Agustus 1914 diumumkan perang telah meletus. Orang-orang di jalan menjadi marah dan beringas. Pertokoan di sepanjang jalan di Paris yang berlabel Jerman atau Austria dibakar. Tak ada lagi “Brasserie Viennoise” dan “Café Klein”. Polisi pun kewalahan antara memihak bangsanya atau manusia pada umumnya.

Di Berlin, reaksinya tak berbeda dengan di Paris. Bangsa Jerman dan Perancis bersitegang dan mempertanyakan, kenapa Margaretha mondar-mandir di Berlin? Hanya seorang penari, namun memiliki banyak kenalan orang-orang penting.

Akhir bulan Juli 1914, selepas dari Edouard Clunet, Margaretha menjalin hubungan dengan seorang komandan polisi bernama Griebel sebagai gundiknya. Ketika itulah, ia ikut melihat demonstrasi di luar istana kaisar. Semboyan “Deutschland über Alles” mengumandang keras. Dalam beberapa hari saja, Margaretha terkena sasaran aksi anti orang asing. Suasana yang mencekam itu juga mengkhawatirkan keselamatan Margaretha. Pada saat itu dia berusia 38 tahun, dan memutuskan pindah ke Paris lewat Zürich, Switzerland. Namun pada tanggal 7 Agustus dia sudah berada di Berlin lagi tanpa kawan dan juga tanpa pakaian. Beruntung ada seorang Belanda tua baik hati yang membelikannya tiket kereta api untuk keluar dari Berlin menuju Belanda.

Pada tanggal 14 Agustus, dia meninggalkan Berlin dan berhenti di Frankfurt untuk meminta dokumen perjalanan konsul Belanda. Tanggal 16 Agustus dia tiba di Amsterdam. Pada 14 Desember 1914 untuk pertama kalinya Margaretha manggung di depan publik Belanda. Gedung teater di Den Haag penuh sesak oleh pengunjung. Semua orang ingin melihat penampilan Mata Hari yang sudah tersohor itu. Tak begitu lama Margaretha menemukan pasangan barunya, yaitu Baron Edouard van der Capellen. Baron Edouard tak hanya kaya, tapi juga pimpinan kavaleri. Dia berusia 52 tahun. Dalam tempo sebulan dari perjumpaannya, Margaretha dibuatkan sebuah rumah mungil nan indah oleh Baron di Den Haag. Baron menganggap Margaretha bagaikan pelacur.

Pada tanggal 13 Maret 1915, Margaretha membaca koran Belanda yang memuat fotonya dengan judul “Madame Mata Hari”. Dia sedih meratapi masa jayanya yang sudah lewat, sementara ia berada di rumah pemberian Baron dengan terkekang.

Pada Agustus 1915 Margaretha berulang tahun yang ke 39 tahun. Kehidupan sehari-hari Margaretha terasa sepi, karena Baron sering mendapat tugas yang membuat Baron berbulan-bulan tak pulang. Margaretha mencoba kabur dan akan kembali ke Paris lagi. Jalan yang dia tempuh harus berkeliling dari Amsterdam menuju pelabuhan Inggris, selat Biskaya ke Vigo di Spanyol utara. sampai akhirnya tiba di Paris pada bulan Desember 1915. Ia pun lalu menjadi sorotan agen Prancis. Margaretha mengenakan pakaian mahal dan berlagak sombong. Apalagi dia merasa pernah menjadi bintang di Paris sebelum terjun di dunia spionase dengan mengawali karirnya sebagai penari erotis di Paris. Ia pun menjadi mata-mata Perancis dengan nama kode rahasia H21 ini. Berbekal keahlian erotic temple dances yang dipelajari di India dan daya pikatnya yang tinggi, dia menjadi terkenal di mana-mana. Tak heran bila kemudian tawaran menari banyak berdatangan dari kota kota besar di Eropa bahkan Mesir. Kondisi inilah yang kemudian menyeretnya dalam dunia spionase. Saat menjadi stripper di Berlin, Agen rahasia Jerman merekrutnya.

Margarethe dikirim ke Paris, untuk mengirim berita-berita yang penting. Tapi Margarethe tak tahu apa-apa tentang tugas yang akan dilakukan. Memang antara dunia spionase dan seks sangat erat. Orang-orang yang penting posisinya dan intelek sekalipun tetap akan bertekuk lutut di atas ranjang. Di Paris, petualangan cinta Margarethe dimulai lagi. Kali ini dengan seorang perwira muda Rusia bernama Vadime de Masloff. Pada suatu malam ulang tahun Margarethe yang ke 40 itu, Vadime bercinta di kamar di Grand Hotel. Vadime usianya 20 tahun lebih muda dari Margaretha. Bahkan Margaretha berujar, selama hidupnya dia hanya bercinta dengan para perwira.

Suatu hari sebuah musibah menimpa pada Vadime. Sebuah granat meledak dan melukai wajah serta leher Vadime dan terkena asap gas beracun. Dia harus dirawat di rumah sakit tentara. Margaretha cemas dan bermaksud ingin mengunjungi Vadime di rumah sakit. Namun diperlukan surat khusus dari sebuah kantor kementerian perang di Boulevard St.Germain. Tak tahunya kantor itu juga dipakai sebagai kantor agen spionase Perancis. Di sebuah tangga gedung itu, secara kebetulan Margarethe berpapasan dengan kapten George Ladoux. Hubungan antara Margarethe dan Ladoux makin dekat. Makin diketahui, kalau Ladoux sebenarnya ketua spionase Perancis. Margarethe ditawari untuk bekerja sebagai spionase untuk Perancis. Ladoux kemudian menanyakan berapa gaji yang diminta. Satu Juta Franc adalah gaji yang ia minta.. Ladoux mempertimbangkannya, karena gaji sejumlah itu sama dengan gaji untuk 12 mata-mata paling handal. Namun Ladoux mencurigai, kalau Margarethe sebenarnya adalah mata-mata untuk Jerman.

Mendengar permintaan gaji yang kurang ditanggapi Ladoux, maka Margarethe mencoba meyakinkan lagi. Kalau dirinya juga mengenal orang penting di Jerman bernama Kramer. Telinga Ladoux hampir pecah mendengar nama Kramer. Karena memang dia orang penting Jerman. Dari sini Ladoux makin yakin, kalau Margaretha benar-benar mata-mata Jerman. Margaretha pun mencoba akan menjadi double agent. Ladoux tidak mau mengambil resiko lebih jauh. Dia tak menyanggupi untukmembayar satu juta Franc.
MI5 mulai curiga dengan aktivitas yang dilakukan oleh Mata Hari. Agen Rahasia Inggris itu lalu menginterograsinya. Namun mereka tidak bisa memaksa Mata Hari untuk membuka mulut. Berkali-kali interogasi dilakukan, namun hasilnya tetap nihil.
Sampai akhirnya Agen Rahasia Perancis berhasil menangkap dan menginterogasinya saat dia akan menyeberangi Perancis untuk mengunjungi salah satu affairnya. Agen Rahasia Perancis menangkap Mata Hari karena diyakini dialah “The Greatest Woman Spy” yang mesti bertanggung jawab atas kematian beribu-ribu tentara akibat informasi yang diberikannya. Oleh hakim pengadilan perang, Margaretha disodori delapan pertanyaan. Margaretha pun dinyatakan terbukti bersalah sebagai mata-mata Jerman. Untuk itu pengadilan perang Perancis menjatuhkan hukuman mati pada Margarethe.

Pelaksanaan hukuman mati pada hari Senin, 15 Oktober 1917 di Bois de Vincennes, bagian timur kota Paris. 12 resimen artileri siap dengan senapan di sebuah pagi yang dingin dan berkabut. Sedangkan usia semua tentara tersebut masih muda, sekitar 20 tahun.Di umur 41 tahunlah Mata Hari meninggal dunia.

Sehari setelah pelaksanaan eksekusi, tepatnya pada Selasa, 16 Oktober 1917, berbagai media internasional memberitakan kematiannya. “The Time” memberitakan penari Mata Hari telah dihukum tembak. “Daily Express”, juga melangsir berita dengan judul “Mata-mata cantik Mata Hari dihukum mati”. Mayatnya dikubur di kuburan Vincennes.
Dua tahun kemudian Jeanne-Louise, anak perempuan Mata Hari yang tengah menginjak usia 21 tahun meninggal dunia akibat pendarahan otak. Meskipun demikian, banyak yang mempermasalahkan eksekusi yang dilakukan oleh Mata hari. Statusnya antara double agent dengan orang bersalah masih dipertanyakan. Namun dia layak dimasukkan kedalam catatan sejarah.

*disarikan dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar