Lautnya jernih, berlapis warna hijau bening dan biru memukau hingga ke tepi pantai pasir putih. Langit biru dan nyiur pepohonan kelapa yang terus melambai menyikapi datangnya angin laut, menjadi pemandangan tersendiri. Keindahan alam itu seakan-akan bersaing dengan pesona budaya megalitik dan juga rumah-rumah adat ramah lingkungan serta berbagai hasil karya masyarakat Nias, Sumatera Utara, yang telah berumur ratusan tahun.
Nias tidak saja mempunyai peninggalan budaya, tarian dan tradisi yang bersejarah. Keindahan alam yang masih asli serta pantai yang menawan ternyata belum banyak yang terkuak. Pulau Nias dan 130-an pulau yang mengelilinginya mempunyai potensi pantai dan ombak yang sangat indah. Selancar (surfing) atau sekadar bertelanjang dada menikmati sinar mentari di pantai, menjadi gambaran yang lekat dengan Nias dan pulau-pulau sekitarnya. Sekalipun, potensi-potensi tersebut belum diolah secara optimal, apalagi setelah Nias dilanda bencana tsunami dan gempa.
Beberapa objek wisata Nias sudah dikenal secara internasional, mulai dari tempat selancar yang boleh dibilang bersaing dengan Hawai, yaitu di Sorake dan Pantai Lagundri, serta kompleks rumah adat Nias di Desa Bawamataluo, Nias Selatan. Juga ritus lompat batu dan tarian perang. Demikian juga di Kecamatan Sirombu terdapat Desa Adat Onolimbu.
Selain Pantai Sorake dan Pantai Lagundri, Nias ternyata masih memiliki beberapa potensi ombak dan pantai untuk wisata selancar dengan ketinggian antara 4-8 meter. Sebut saja kawasan Pulau Bawa dan Pulau Asu di Kepulauan Hinako, Kecamatan Sirombu.
Keindahan Pulau Asu mungkin tidak jauh berbeda dengan pulau-pulau di kawasan tersebut. Namun situasi yang tenang dan keramahan warga setempat membuat sejumlah turis menjadi betah untuk menikmati pulau tersebut. Boleh percaya atau tidak, tetapi barang-barang turis yang tertinggal beberapa hari di luar penginapan pasti tetap aman.
"Potensi alam pulau-pulau kecil di sekitar Nias dan keramahan warga setempat sebenarnya menjadi faktor penting mendorong berkembangnya wisata di Nias. Inilah saatnya Nias bangkit," demikian Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nias, William P Sabandar.
Fasilitas dan transportasi menuju Pulau Asu memang masih terbatas. Di Pulau Asu, dengan sekitar 20 kepala keluarga (KK) penghuninya, ternyata hanya mempunyai empat kompleks cottage yang sederhana. Masing-masing kompleks cottage itu mempunyai 5-6 unit rumah panggung. Para turis yang hidup berhari-hari di situ umumnya menunggu saat-saat yang tepat untuk berselancar.
Sedangkan transportasi yang biasa dilalui adalah menggunakan speedboat dari daratan Nias, tepatnya di Kecamatan Sirombu, dengan menempuh waktu sekitar 1,5 jam. Jika menggunakan kapal motor biasa maka perjalanan akan menjadi 3-4 jam, itupun tergantung ketinggian ombak. Sedangkan perjalanan dari Gunung Sitoli, Kota Kabupaten Nias, menuju Sirombu pun saat ini menjadi lebih cepat setelah sejumlah ruas jalan diperbaiki dan dilebarkan.
Keterpencilan Nias dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Pulau Asu, terlihat jelas. Karena lautan yang memisahkan Nias dan pulau-pulau itu dari Pulau Sumatera adalah lautan dalam. Sementara transportasi samudera pun masih sangat minim. Berbagai pelabuhan laut, udara dan darat, perlahan-lahan diperbaiki. Inilah saatnya potensi wisata di Nias bangkit setelah kendala transportasi dan infrastruktur teratasi dengan hadirnya pembangunan dengan puluhan miliaran rupiah.
well...sekarang peran pemerintah doong bagaimana membuat agar Nias menjadi lahan pariwisata yang terkenal tidak saja di indonesia tapi juga mendunia layaknya Bali atau Lombok..
Nias tidak saja mempunyai peninggalan budaya, tarian dan tradisi yang bersejarah. Keindahan alam yang masih asli serta pantai yang menawan ternyata belum banyak yang terkuak. Pulau Nias dan 130-an pulau yang mengelilinginya mempunyai potensi pantai dan ombak yang sangat indah. Selancar (surfing) atau sekadar bertelanjang dada menikmati sinar mentari di pantai, menjadi gambaran yang lekat dengan Nias dan pulau-pulau sekitarnya. Sekalipun, potensi-potensi tersebut belum diolah secara optimal, apalagi setelah Nias dilanda bencana tsunami dan gempa.
Beberapa objek wisata Nias sudah dikenal secara internasional, mulai dari tempat selancar yang boleh dibilang bersaing dengan Hawai, yaitu di Sorake dan Pantai Lagundri, serta kompleks rumah adat Nias di Desa Bawamataluo, Nias Selatan. Juga ritus lompat batu dan tarian perang. Demikian juga di Kecamatan Sirombu terdapat Desa Adat Onolimbu.
Selain Pantai Sorake dan Pantai Lagundri, Nias ternyata masih memiliki beberapa potensi ombak dan pantai untuk wisata selancar dengan ketinggian antara 4-8 meter. Sebut saja kawasan Pulau Bawa dan Pulau Asu di Kepulauan Hinako, Kecamatan Sirombu.
Keindahan Pulau Asu mungkin tidak jauh berbeda dengan pulau-pulau di kawasan tersebut. Namun situasi yang tenang dan keramahan warga setempat membuat sejumlah turis menjadi betah untuk menikmati pulau tersebut. Boleh percaya atau tidak, tetapi barang-barang turis yang tertinggal beberapa hari di luar penginapan pasti tetap aman.
"Potensi alam pulau-pulau kecil di sekitar Nias dan keramahan warga setempat sebenarnya menjadi faktor penting mendorong berkembangnya wisata di Nias. Inilah saatnya Nias bangkit," demikian Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nias, William P Sabandar.
Fasilitas dan transportasi menuju Pulau Asu memang masih terbatas. Di Pulau Asu, dengan sekitar 20 kepala keluarga (KK) penghuninya, ternyata hanya mempunyai empat kompleks cottage yang sederhana. Masing-masing kompleks cottage itu mempunyai 5-6 unit rumah panggung. Para turis yang hidup berhari-hari di situ umumnya menunggu saat-saat yang tepat untuk berselancar.
Sedangkan transportasi yang biasa dilalui adalah menggunakan speedboat dari daratan Nias, tepatnya di Kecamatan Sirombu, dengan menempuh waktu sekitar 1,5 jam. Jika menggunakan kapal motor biasa maka perjalanan akan menjadi 3-4 jam, itupun tergantung ketinggian ombak. Sedangkan perjalanan dari Gunung Sitoli, Kota Kabupaten Nias, menuju Sirombu pun saat ini menjadi lebih cepat setelah sejumlah ruas jalan diperbaiki dan dilebarkan.
Keterpencilan Nias dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Pulau Asu, terlihat jelas. Karena lautan yang memisahkan Nias dan pulau-pulau itu dari Pulau Sumatera adalah lautan dalam. Sementara transportasi samudera pun masih sangat minim. Berbagai pelabuhan laut, udara dan darat, perlahan-lahan diperbaiki. Inilah saatnya potensi wisata di Nias bangkit setelah kendala transportasi dan infrastruktur teratasi dengan hadirnya pembangunan dengan puluhan miliaran rupiah.
well...sekarang peran pemerintah doong bagaimana membuat agar Nias menjadi lahan pariwisata yang terkenal tidak saja di indonesia tapi juga mendunia layaknya Bali atau Lombok..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar