Di Banyuwangi sampai dengan tahun 1960an , berkembang sebuah seni pertunjukan yang disebut Damarwulan,mengambil nama cerita yang dipertunjukan dalam kesenian tersebut. Seni pertunjukan ini menggunakan costum dan gamelan Bali, oleh karena itu ada juga yang menyebutkan pertunjukan ini sebagai Janger.Cerita dalam pertunjukan ini adalah tentang Menakjinggo, raja Blambangan yang memiliki cacat fisik, pincang, dan matanya buta sebelah , dengan suara cadel dan parau serta memiliki character angkuh , culas, dan tak tahu diri yang ingin mempersunting /memperistri ratu Mojopahit Kenconowungu .Versi lain
menggambarkan Menakjinggo adalah raja para raksasa.Sungguh penggambaran yang amat sempurna tentang kejelekan manusia.Selanjutnya untuk menghukum Menakjinggo yang tak tahu diri ini maka dikirimlah seorang ksatrya yang gagah perkasa dan berwajah ganteng bak arjuna, Damarwulan,sebagai Senopati Mojopahit. Dan ternyata sang rupawan mampu mengalahkan Menakjinggo. Berbeda dengan tampilannya yang gagak dan rupawan ternyata pemuda ini sangat keji, yaitu memenggal kepala sang Menakjinggo untuk dipersembahkan pada Ratu Kencono Wungu . Sang rupawanpun akhirnya menikah dengan Ratu Kenconowungu dan lebih dari itu juga memperistri mantan istri Menakjinggo.
Janger dengan cerita Damarwulan sangat populer sebelum tahun 60an. Jika ditinjau dari cerita yang menggambarkan keburukan raja Blambangan maka menjadi pertanyaan mengapa cerita ini begitu populer di Banyuwangi. Sebab biasanya tidak ada masyarakat yang dapat menerima jika pahlawannya digambarkan sebagai pecundang ( Orang Sri Langka menolak penggambaran Dasamuka dari kisah Ramayana )
Menurut DR ( Leiden) Sri Margana cerita Damarwulan dan Prabu Menakjinggo ini ditulis dalam buku Serat Kanda / Serat Damarwulan oleh sastrawan dari keraton Surakarta dan dipentaskan dalam bentuk Langendrian (Operate) oleh Mangkunegara IV (1853 sd 1881). Kemudian dipopulerkan di Banyuwangi oleh penguasa Banyuwangi yang masih berdarah Mataram pada masa penjajahan VOC. ( Tempo )
Brandes ,sejarahwan Belanda (DR. Sri Margana Perebutan Hegemoni Blambangan .Pustaka Ifada .2012). dan Professor Slamet Mulyana berpendapat kisah Damarwulan dan Menakjinggo mendapat inspirasi dari Perang Paregreg yang terjadi setelah prabu Hayamwuruk lengser keprabon.Prof Slamet Mulyana menulis bahwa penulis Serat Kanda dan Serat Damarwulan adalah sastrawan Mataram hanya mengetahui kisah Perang Paregreg ( Perang yang terjadi berulang kali )antara Bhree Wirabhumi ( Menakjinggo ) raja Blambangan dan Wikramawardhana dan Dewi Suhita raja Majapahit , tetapi tidak mengetahui fakta sejarahnya.
Kitab Pararaton mencatat, Perang Paregreg (“perang yang berangsur-angsur”) antara Wikramawardhana-Bre Wirabhumi terjadi pada tahun 1404 dan 1406. Pada perang yang pertama perang dimenangi Bre Wirabumi, tetapi perang yang kedua di tahun 1406 Bre Wirabhumi kalah. Kepalanya dipancung dan ditanam di Desa Lung. Diatasnya dibangun candi, candi Grisapura. Perang ini berawal dari ketidaksetujuan Bre Wirabhumi, atas penunjukan Suhita, putri Kusumawardhanimenjadi penguasa Majapahit. Penunjukan Suhita oleh Wikramawardhana tidak disetujui Bre Wirabhūmi. karena walau anak dari seorang selir, dia merasa lebih berhak atas tahta Majapahit karena dia adalah satu-satunya anak lelaki dari Hayam Wuruk. Dikemudian hari Peristiwa ini di buat cerita oleh Mataram dengan judul Minakjinggo dan Damarwulan.
Dengan demikian cerita ini merupakan sebuah rekayasa yang sistimatis ,untuk memperlemah keberadaan masyarakat Blambangan dan menghapus ingatan orang Blambangan terhadap sejarah masa lalu.Melalui penggambaran itu maka dicapai dua sasaran , penguasa ingin mengesankan pada rakyat Blambangan, bahwa penguasa ( Belanda dan Bupati yang diangkat Belanda) adalah pembebas dari raja Culas, yang tak tahu diri .Penggunaan custome dan gamelan dari Bali mengesankan bahwa cerita ini berasal dari Bali .
Lebih aneh lagi dalam Babad Blambangan yang ditulis pada abad ke 19 dari penulis Bali dan juga Babad Tanah Jawi (Brandes via DR. Sri Margana .Perebutan Hegemoni Blambangan 2012.35)menulis bahwa Menakjinggo adalah anjing yang dipungut oleh Ajar Gunturgeni yang dihadiahi Blambangan Brawijaya. Karena menginginkan kehadiran seorang putra , maka dia bertapa dan merubah namanya menjadi Ajar Pamengger. Berkat permintaan yang kuat dalam bertapa, maka anjingnya berubah menjadi manusia , namun wajahnya tetap seperti anjing. Cerita inipun diabadikan dalam wayang Krucil tradisi Mangkunegaran ( DR.Sri Margana .Perebutan Hegemoni Blambangan .2012.30). Padahal cerita ini ( Damarwulan ) ini tidak dikenal di Bali, dan tlatah pesisir Jawa, dan Sumatera , tempat kebudayaan pesisr mendapat tempat pada abad ke 16 dan 17. Pada daerah itu cerita Panji lebih populer.( DR Purwadi M.Hum, dan Enis Niken H.M.Hum. DA’WAH WALISONGO Panji Pustaka Yogyakarta 2007.89).Maka dapat ditebak maksud penguasa antek Belanda pada saat itu adalah mengadu domba orang Blambangan dengan Bali atau dalam bahasa Jawa Nabok nyilih tangan. DR ( Leiden) Sri Margana dalam wawancaranya yang dimuat majalah Tempo mengemukakan bahwa cerita tentang Damarwulan ,Menakjinggo merupakan Sinisme dan deligimitasi raja Blambangan. Mataram /Surakarta ingin menunjukan keperkasaannnya ( Power full) di Blambangan.
Masyarakat Banyuwangi (Using) dalam memandang sosok Minakjingga merupakan seorang pahlawan. Bagi mereka Minakjingga adalah raja yang dihormati, dijunjung tinggi, dan merupakan lambang dari kedaulatan Blambangan. Penggambaran sosok Minakjingga semacam ini tercermin dalam pemakaian bahasa Using. Pertunjukan Janger yang menggunakan bahasa Using sebagai bahasa pengantar untuk adegan kerajaan Blambangan menganggap Minakjingga sebagai pahlawan mereka. Hal ini biasanya dilakukan oleh kelompok Janger yang pemainnya orang Using itu sendiri.
Sungguh Ironis Kebudayaan dijadikan image kejahatan karena Minak Jinggo tidak mengakui kerajaan Mataram sebagai penguasa wilayah kerajaan Blambangan. Kita ketahui bahwa kerajaan Blambangan sangat kuat dan belum pernah di jajah oleh Majapahit. Sedangkan kita tahu kerajaan Majapahit mengusai sampai ke benua Afrika. Bahkan dalam Catatan sejarah Kerajaan Blambangan Majapahit mengklaim bahwa kerajaaan Blambangan wilayahnya. Betulkah…sampai saat ini belum ditemukan peninggalan cerita yang utuh dari kerajaan Blambangan…yang ada hanyalah Versi Sejarah kerajaan Majapahit.
Pemahaman kita tentang sejarah bangsa Indonesia , tidak terlepas dari propaganda Belanda yang dimulai ketika mesin cetak/penerbitan masuk ke Indonesia dan dikuasai oleh Belanda, yang dikenal dengan masa Babad Londo , seperti dikemukakan William H.Frederick, Professor Jurusan Sejarah Yale university USA dan Soeri Suroto dosen sejarah UGM…..Secara umum abad ke 19 merupakan zaman yang “kejam” bagi pemikiran sejarah Indonesia, khususnya Jawa( 19)…..yang kemudian kita kenal “babad londo” dimana tokoh yang paling penting ( beradab) adalah gubernur Jendral Belanda (Pemahaman Sejarah Indonesia , LPES ,cetakan kedua 20).Pada masa itu Belanda baru saja dibebaskan oleh Inggris dan Prusia dari penjajahan Perancis. Belanda menjadi negara bangkrut, namun Inggris menolongnya mengembalikan Nusantara kepada Belanda. Di negeri Belanda menghadapi revolusi pemisahan Belgia dan luxemburg dari Belanda. Sedang di Nusantara , Belanda menghadapi penentangan hampir di seluruh wilayah , pemberontakan Imam Bonjol di Sumatra , Perang pangeran Diponegoro ,di Jawa Tengah, dan pemberontakan para adipati di Jawa Timur, begitu juga di daerah luar Jawa lainnya.
Tetapi ada segelintir manusia di Jawa yang menginginkan kedudukan, mereka itulah yang mengabdi pada Belanda. Di antaranya menjadi penulis Serat dan Babad yang mengadu domba para keturunan Majapahit , ( Serat Damarwulan, Babad Blambangan ( Macapat), Mengadu domba antara penganut agama Hindu ,Budha dengan Islam (Serat Darmogandul), mengadu domba antara orang Sunda dengan keturunan Majapahit melalui Kidung Sunda, dan banyak lagi Serat dan Babad . Karena para penjilat berlomba lomba menulis untuk mendapatkan imbalan dari Kompeni , Belanda. Para founding fathers negeri ini sebenarnya telah memberikan gambaran yang sebenarnya siapa sebenarnya Belanda, namun sisa sisa Londo yang superior itu masih terlekat dalam benak masyarakat kita.
menggambarkan Menakjinggo adalah raja para raksasa.Sungguh penggambaran yang amat sempurna tentang kejelekan manusia.Selanjutnya untuk menghukum Menakjinggo yang tak tahu diri ini maka dikirimlah seorang ksatrya yang gagah perkasa dan berwajah ganteng bak arjuna, Damarwulan,sebagai Senopati Mojopahit. Dan ternyata sang rupawan mampu mengalahkan Menakjinggo. Berbeda dengan tampilannya yang gagak dan rupawan ternyata pemuda ini sangat keji, yaitu memenggal kepala sang Menakjinggo untuk dipersembahkan pada Ratu Kencono Wungu . Sang rupawanpun akhirnya menikah dengan Ratu Kenconowungu dan lebih dari itu juga memperistri mantan istri Menakjinggo.
Janger dengan cerita Damarwulan sangat populer sebelum tahun 60an. Jika ditinjau dari cerita yang menggambarkan keburukan raja Blambangan maka menjadi pertanyaan mengapa cerita ini begitu populer di Banyuwangi. Sebab biasanya tidak ada masyarakat yang dapat menerima jika pahlawannya digambarkan sebagai pecundang ( Orang Sri Langka menolak penggambaran Dasamuka dari kisah Ramayana )
Menurut DR ( Leiden) Sri Margana cerita Damarwulan dan Prabu Menakjinggo ini ditulis dalam buku Serat Kanda / Serat Damarwulan oleh sastrawan dari keraton Surakarta dan dipentaskan dalam bentuk Langendrian (Operate) oleh Mangkunegara IV (1853 sd 1881). Kemudian dipopulerkan di Banyuwangi oleh penguasa Banyuwangi yang masih berdarah Mataram pada masa penjajahan VOC. ( Tempo )
Brandes ,sejarahwan Belanda (DR. Sri Margana Perebutan Hegemoni Blambangan .Pustaka Ifada .2012). dan Professor Slamet Mulyana berpendapat kisah Damarwulan dan Menakjinggo mendapat inspirasi dari Perang Paregreg yang terjadi setelah prabu Hayamwuruk lengser keprabon.Prof Slamet Mulyana menulis bahwa penulis Serat Kanda dan Serat Damarwulan adalah sastrawan Mataram hanya mengetahui kisah Perang Paregreg ( Perang yang terjadi berulang kali )antara Bhree Wirabhumi ( Menakjinggo ) raja Blambangan dan Wikramawardhana dan Dewi Suhita raja Majapahit , tetapi tidak mengetahui fakta sejarahnya.
Kitab Pararaton mencatat, Perang Paregreg (“perang yang berangsur-angsur”) antara Wikramawardhana-Bre Wirabhumi terjadi pada tahun 1404 dan 1406. Pada perang yang pertama perang dimenangi Bre Wirabumi, tetapi perang yang kedua di tahun 1406 Bre Wirabhumi kalah. Kepalanya dipancung dan ditanam di Desa Lung. Diatasnya dibangun candi, candi Grisapura. Perang ini berawal dari ketidaksetujuan Bre Wirabhumi, atas penunjukan Suhita, putri Kusumawardhanimenjadi penguasa Majapahit. Penunjukan Suhita oleh Wikramawardhana tidak disetujui Bre Wirabhūmi. karena walau anak dari seorang selir, dia merasa lebih berhak atas tahta Majapahit karena dia adalah satu-satunya anak lelaki dari Hayam Wuruk. Dikemudian hari Peristiwa ini di buat cerita oleh Mataram dengan judul Minakjinggo dan Damarwulan.
Dengan demikian cerita ini merupakan sebuah rekayasa yang sistimatis ,untuk memperlemah keberadaan masyarakat Blambangan dan menghapus ingatan orang Blambangan terhadap sejarah masa lalu.Melalui penggambaran itu maka dicapai dua sasaran , penguasa ingin mengesankan pada rakyat Blambangan, bahwa penguasa ( Belanda dan Bupati yang diangkat Belanda) adalah pembebas dari raja Culas, yang tak tahu diri .Penggunaan custome dan gamelan dari Bali mengesankan bahwa cerita ini berasal dari Bali .
Lebih aneh lagi dalam Babad Blambangan yang ditulis pada abad ke 19 dari penulis Bali dan juga Babad Tanah Jawi (Brandes via DR. Sri Margana .Perebutan Hegemoni Blambangan 2012.35)menulis bahwa Menakjinggo adalah anjing yang dipungut oleh Ajar Gunturgeni yang dihadiahi Blambangan Brawijaya. Karena menginginkan kehadiran seorang putra , maka dia bertapa dan merubah namanya menjadi Ajar Pamengger. Berkat permintaan yang kuat dalam bertapa, maka anjingnya berubah menjadi manusia , namun wajahnya tetap seperti anjing. Cerita inipun diabadikan dalam wayang Krucil tradisi Mangkunegaran ( DR.Sri Margana .Perebutan Hegemoni Blambangan .2012.30). Padahal cerita ini ( Damarwulan ) ini tidak dikenal di Bali, dan tlatah pesisir Jawa, dan Sumatera , tempat kebudayaan pesisr mendapat tempat pada abad ke 16 dan 17. Pada daerah itu cerita Panji lebih populer.( DR Purwadi M.Hum, dan Enis Niken H.M.Hum. DA’WAH WALISONGO Panji Pustaka Yogyakarta 2007.89).Maka dapat ditebak maksud penguasa antek Belanda pada saat itu adalah mengadu domba orang Blambangan dengan Bali atau dalam bahasa Jawa Nabok nyilih tangan. DR ( Leiden) Sri Margana dalam wawancaranya yang dimuat majalah Tempo mengemukakan bahwa cerita tentang Damarwulan ,Menakjinggo merupakan Sinisme dan deligimitasi raja Blambangan. Mataram /Surakarta ingin menunjukan keperkasaannnya ( Power full) di Blambangan.
Masyarakat Banyuwangi (Using) dalam memandang sosok Minakjingga merupakan seorang pahlawan. Bagi mereka Minakjingga adalah raja yang dihormati, dijunjung tinggi, dan merupakan lambang dari kedaulatan Blambangan. Penggambaran sosok Minakjingga semacam ini tercermin dalam pemakaian bahasa Using. Pertunjukan Janger yang menggunakan bahasa Using sebagai bahasa pengantar untuk adegan kerajaan Blambangan menganggap Minakjingga sebagai pahlawan mereka. Hal ini biasanya dilakukan oleh kelompok Janger yang pemainnya orang Using itu sendiri.
Sungguh Ironis Kebudayaan dijadikan image kejahatan karena Minak Jinggo tidak mengakui kerajaan Mataram sebagai penguasa wilayah kerajaan Blambangan. Kita ketahui bahwa kerajaan Blambangan sangat kuat dan belum pernah di jajah oleh Majapahit. Sedangkan kita tahu kerajaan Majapahit mengusai sampai ke benua Afrika. Bahkan dalam Catatan sejarah Kerajaan Blambangan Majapahit mengklaim bahwa kerajaaan Blambangan wilayahnya. Betulkah…sampai saat ini belum ditemukan peninggalan cerita yang utuh dari kerajaan Blambangan…yang ada hanyalah Versi Sejarah kerajaan Majapahit.
Pemahaman kita tentang sejarah bangsa Indonesia , tidak terlepas dari propaganda Belanda yang dimulai ketika mesin cetak/penerbitan masuk ke Indonesia dan dikuasai oleh Belanda, yang dikenal dengan masa Babad Londo , seperti dikemukakan William H.Frederick, Professor Jurusan Sejarah Yale university USA dan Soeri Suroto dosen sejarah UGM…..Secara umum abad ke 19 merupakan zaman yang “kejam” bagi pemikiran sejarah Indonesia, khususnya Jawa( 19)…..yang kemudian kita kenal “babad londo” dimana tokoh yang paling penting ( beradab) adalah gubernur Jendral Belanda (Pemahaman Sejarah Indonesia , LPES ,cetakan kedua 20).Pada masa itu Belanda baru saja dibebaskan oleh Inggris dan Prusia dari penjajahan Perancis. Belanda menjadi negara bangkrut, namun Inggris menolongnya mengembalikan Nusantara kepada Belanda. Di negeri Belanda menghadapi revolusi pemisahan Belgia dan luxemburg dari Belanda. Sedang di Nusantara , Belanda menghadapi penentangan hampir di seluruh wilayah , pemberontakan Imam Bonjol di Sumatra , Perang pangeran Diponegoro ,di Jawa Tengah, dan pemberontakan para adipati di Jawa Timur, begitu juga di daerah luar Jawa lainnya.
Tetapi ada segelintir manusia di Jawa yang menginginkan kedudukan, mereka itulah yang mengabdi pada Belanda. Di antaranya menjadi penulis Serat dan Babad yang mengadu domba para keturunan Majapahit , ( Serat Damarwulan, Babad Blambangan ( Macapat), Mengadu domba antara penganut agama Hindu ,Budha dengan Islam (Serat Darmogandul), mengadu domba antara orang Sunda dengan keturunan Majapahit melalui Kidung Sunda, dan banyak lagi Serat dan Babad . Karena para penjilat berlomba lomba menulis untuk mendapatkan imbalan dari Kompeni , Belanda. Para founding fathers negeri ini sebenarnya telah memberikan gambaran yang sebenarnya siapa sebenarnya Belanda, namun sisa sisa Londo yang superior itu masih terlekat dalam benak masyarakat kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar