Pada suatu hari ada seorang anak petani di desa. Ia bernama Cokro Joyo. Sehari-harinya Ia bekerja sebagai pemanjat kelapa. Ia sering bernyanyi tembang jawa saat Ia memanjat kelapa.
Pada saat Ia memanjat kelapa sambil bernyanyi, seorang wali lewat di sekitar pohon itu. Ia bernama Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga mendengar suara Cokro Joyo yang nyaring saat bernyanyi. Lalu Sunan Kalijaga berhenti menunggu Cokro Joyo turun dari pohon.
Pada waktu itu Sunan Kalijaga memberi banyak petuah pada Cokro Joyo. Lalu Cokro Joyo berminat untuk ikut dengan Sunan Kalijaga. Sunan pun memperbolehkan.
Mereka pun segera berjalan dan sampai di sebuah pegunungan. Tiba-tiba Sunan Kalijaga ingat bahwa Ia harus pergi ke Makkah untuk menjalankan tugas. Lalu Ia berkata pada Cokro Joyo “Cokro, tolong tunggu di sini, karena saya akan pergi ke Makkah”. Cokro Joyo diperintah untuk menunggu di sebuah pegunnungan dan diberi tongkat milik Sunan Kalijaga yang harus dijaga oleh Cokro Joyo. Syaratnya adalah, Cokro Joyo harus berada di tempat itu sampai Sunan Kalijaga kembali dan Ia tidak boleh berpindah dari tempat itu.
Setelah bertahun-tahun lamanya, Cokro Joyo tidak pergi karena takut dengan Sunan Kalijaga. Ia menunggu sampai tumbuhan-tumbuhan bambu muncul di sekitar tempatnya.
Saat di Makkah Sunan Kalijaga ingat bahwa Cokro Joyo masih berada di tempat itu. Dengan spontan, Sunan Kalijaga kembali ke tempat Cokro Joyo. Setelah sampai di tempat, yang ada hanya pohon-pohon bambu yang rimbun. Tapi Sunan kalijaga yakin bahwa Cokro Joyo berada di tengah bambu itu.
Lalu Sunan Kalijaga memutuskan untuk membakar pohon bambu itu. Setelah dibakar ternyata memang benar bahwa Cokro Joyo berada di tempat itu. Wajah Cokro Joyo hitam terbakar. Sunan Kalijaga memutuskan untuk membawa Cokro Joyo ke arah timur di sebelah barat Sungai Oyo. Ternyata sungai itu kering.
Sunan Kalijaga menancapkan tongkatnya. Setelah tongkatnya diangkat, muncul sumber air yang jernih dan melimpah. Lalu Ia memandikan Cokro Joyo. Setelah itu Sunan Kalijaga memutuskan untuk member nama sumber air itu dengan nama Sendang Banyu Penguripan.
Setelah member nama, Sunan Kalijaga memutuskan untuk peri kea rah barat bersama Cokro Joyo. Di tengah perjalanan, ada sebuah pohon jati. Mereka berhenti di dekat pohon itu. Sunan Kalijaga bertanya pada Cokro Joyo “Itu Pohon apa?”. Maksud Sunan Kalijaga adalah untuk menguji ingatan Cokro Joyo.
Cokro Joyo berpikiran bahwa Sunan Kalijaga hanya ingin mengujinya. Lalu Sunan kalijaga menjawab,”Itu pohon Kluwih”. Ternyata pohon jati itu berubah menjadi pohon Kluwih. Hal itu menjadi perdebatan di antara mereka. Sunan Kalijaga mengatakan bahwa pohon itu adalah pohon jati sedangkan Cokro Joyo mengatakan bahwa pohon itu adalah pohon Kluwih. Tiba-tiba pohon itu berubah dengan daun pohon jati dan daun Kluwih. Lalu disebut dengan nama pohon Jati Kluwih.
Setelah mengetahui bahwa pohon dapat berubah menjadi pohon jatikluwih, Sunan Kalijaga mengubah nama Cokro Joyo menjadi Sunan Geseng. Sunan Geseng merupakan Sunan yang terakhir di kisah Wali Songo.
Setelah itu mereka memutuskan untuk berjalan lagi. Sunan Kalijaga kembali menguji kemampuan Sunan Geseng. Sunan Kalijaga membawa batu bulat, lalu bertanya pada Sunan Geseng, “Ini apa?” lalu Sunan Geseng menjawab “Ini Golong”. Ketika batu itu disentuh oleh Sunan Geseng, ternyata batu itu berubah menjadi Golong.
Semua itu masih dilestarikan oleh masyarakat sekitar dan keluharan di daerah itu dinamakan kelurahan Banyu Urip yang bertempat di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul.
Pada saat Ia memanjat kelapa sambil bernyanyi, seorang wali lewat di sekitar pohon itu. Ia bernama Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga mendengar suara Cokro Joyo yang nyaring saat bernyanyi. Lalu Sunan Kalijaga berhenti menunggu Cokro Joyo turun dari pohon.
Pada waktu itu Sunan Kalijaga memberi banyak petuah pada Cokro Joyo. Lalu Cokro Joyo berminat untuk ikut dengan Sunan Kalijaga. Sunan pun memperbolehkan.
Mereka pun segera berjalan dan sampai di sebuah pegunungan. Tiba-tiba Sunan Kalijaga ingat bahwa Ia harus pergi ke Makkah untuk menjalankan tugas. Lalu Ia berkata pada Cokro Joyo “Cokro, tolong tunggu di sini, karena saya akan pergi ke Makkah”. Cokro Joyo diperintah untuk menunggu di sebuah pegunnungan dan diberi tongkat milik Sunan Kalijaga yang harus dijaga oleh Cokro Joyo. Syaratnya adalah, Cokro Joyo harus berada di tempat itu sampai Sunan Kalijaga kembali dan Ia tidak boleh berpindah dari tempat itu.
Setelah bertahun-tahun lamanya, Cokro Joyo tidak pergi karena takut dengan Sunan Kalijaga. Ia menunggu sampai tumbuhan-tumbuhan bambu muncul di sekitar tempatnya.
Saat di Makkah Sunan Kalijaga ingat bahwa Cokro Joyo masih berada di tempat itu. Dengan spontan, Sunan Kalijaga kembali ke tempat Cokro Joyo. Setelah sampai di tempat, yang ada hanya pohon-pohon bambu yang rimbun. Tapi Sunan kalijaga yakin bahwa Cokro Joyo berada di tengah bambu itu.
Lalu Sunan Kalijaga memutuskan untuk membakar pohon bambu itu. Setelah dibakar ternyata memang benar bahwa Cokro Joyo berada di tempat itu. Wajah Cokro Joyo hitam terbakar. Sunan Kalijaga memutuskan untuk membawa Cokro Joyo ke arah timur di sebelah barat Sungai Oyo. Ternyata sungai itu kering.
Sunan Kalijaga menancapkan tongkatnya. Setelah tongkatnya diangkat, muncul sumber air yang jernih dan melimpah. Lalu Ia memandikan Cokro Joyo. Setelah itu Sunan Kalijaga memutuskan untuk member nama sumber air itu dengan nama Sendang Banyu Penguripan.
Setelah member nama, Sunan Kalijaga memutuskan untuk peri kea rah barat bersama Cokro Joyo. Di tengah perjalanan, ada sebuah pohon jati. Mereka berhenti di dekat pohon itu. Sunan Kalijaga bertanya pada Cokro Joyo “Itu Pohon apa?”. Maksud Sunan Kalijaga adalah untuk menguji ingatan Cokro Joyo.
Cokro Joyo berpikiran bahwa Sunan Kalijaga hanya ingin mengujinya. Lalu Sunan kalijaga menjawab,”Itu pohon Kluwih”. Ternyata pohon jati itu berubah menjadi pohon Kluwih. Hal itu menjadi perdebatan di antara mereka. Sunan Kalijaga mengatakan bahwa pohon itu adalah pohon jati sedangkan Cokro Joyo mengatakan bahwa pohon itu adalah pohon Kluwih. Tiba-tiba pohon itu berubah dengan daun pohon jati dan daun Kluwih. Lalu disebut dengan nama pohon Jati Kluwih.
Setelah mengetahui bahwa pohon dapat berubah menjadi pohon jatikluwih, Sunan Kalijaga mengubah nama Cokro Joyo menjadi Sunan Geseng. Sunan Geseng merupakan Sunan yang terakhir di kisah Wali Songo.
Setelah itu mereka memutuskan untuk berjalan lagi. Sunan Kalijaga kembali menguji kemampuan Sunan Geseng. Sunan Kalijaga membawa batu bulat, lalu bertanya pada Sunan Geseng, “Ini apa?” lalu Sunan Geseng menjawab “Ini Golong”. Ketika batu itu disentuh oleh Sunan Geseng, ternyata batu itu berubah menjadi Golong.
Semua itu masih dilestarikan oleh masyarakat sekitar dan keluharan di daerah itu dinamakan kelurahan Banyu Urip yang bertempat di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul.
sayang nya ..makam sunan geseng tidak tersentuh oleh pemkot..jalan menuju makam sangat kecil,dan makam nya pun sangat sederhana tidak seperti makam-makam para sunan ..MOHON UNTUK IKUT MELESTARIKAN BUDAYA ..salam sejahtera.
BalasHapus